Matahari mulai terbenam. Mukhlisin dan beberapa karyawannya mulai sibuk membuka stan penjualan. Mukhlisin, anak terakhir dari 4 bersaudara, adalah putra pemilik usaha Nasi Bebek Tugu Pahlawan, Surabaya. Kini umurnya 28 tahun, dan telah menikah namun belum di beri keturunan.
Di Nasi Bebek Tugu Pahlawan, ia bekerja sebagai kasir dan merangkap penggoreng bebek. Katanya, ia memutuskan untuk bekerja di sini lantaran merasa tidak cocok bekerja sebagai pegawai di kantor.
Siapa sangka, ini jadi keputusan yang tepat buat dia. Bersama dua belas karyawannya, warung nasi bebek yang ia kelola berkembang jadi salah satu kuliner legendaris Kota Pahlawan.
Seperti yang sudah-sudah, malam itu, ia kembali mempersiapkan tenda, gerobak, dan alat-alat lainnya. Piring, tempat nasi, ditata sedemikian rupa untuk memudahkan proses bekerja saat pengunjung datang.
Untuk membuka, Mukhlisin membagi tugas kepada karyawannya dalam kelompok kecil. Ada kelompok karyawan wanita yang bertugas membuat masakan bebek. Lalu karyawan pria di tugaskan untuk membangun tenda.
“Nasi Bebek Tugu Pahlawan dimulai pada tahun 1966,” kata Mukhlisin. Saat itu, katanya, sebutan nama Bebek Tugu Pahlawan belum ada. Yang ada hanya nasi bebek saja. Awal tempat berjualan masih di kawasan Jl Kayoon. “Kata Ibu Munirah, nenek saya, pemilik pertama usaha nasi bebek ini, saat itu perkembangannya lambat,” katanya.
Gara-gara itu juga, Munirah memutuskan untuk berhenti sementara waktu. Tahun 1986, usaha nasi bebek ini kembali di buka. Kini, lokasi berjualan yang dipilih adalah depan Tugu Pahlawan. Usaha ini dibuka kembali oleh Ani, ibunda Mukhlisin.
Lima Sore, 17 Juta
Mengapa dibuka sejak pukul lima sore? “Pagi hingga siang lahan tersebut digunakan untuk parkir toko baju tentara yang ada Jalan Tembaan,” aku Mukhlisin. Tapi, lanjut dia, keterbatasan waktu ini nyatanya tak jadi halangan untuk mengais rezeki.
Dikatakan pula, nama Bebek Tugu Pahlawan, ternyata pemberian dari pengunjung yang sering membeli nasi bebek di tempat ini. Selain alasan lokasi, pengunjung sering menggunakan ikon kota Tugu Pahlawan sebagai rujukan untuk memberi rekomendasi ke yang lain.
“Saya penasaran dengan makanan favorit pacar saya. Saya berasal dari Mojokerto, ingin mencoba makanan yang enak dan terkenal di sini,” ungkap Weny, salah satu pengunjung.
Kehadiran Weny sebagai pengunjung dari luar kota malam itu ternyata tidak sendiri. Ada juga Chairil , warga Bandung. Ia mengaku sedang ada tugas di Surabaya selama beberapa hari. Iseng, ia browsing untuk mendapatkan rekomendasi makanan Surabaya yang lezat. “Nasi bebek ini memang enak. Sambalnya nendang, bebeknya empuk,” ungkapnya.
Sebetulnya, apa rahasia Nasi Bebek Tugu Pahlawan? “Kekhasan dari Bebek Tugu Pahlawan ada pada bumbu yang lebih meresap. Dan daging bebek yang lebih lembut dibandingkan yang lain. Kami juga menyediakan dua jenis sambal, yaitu kering asin dan tomat manis,” jelas Mukhlisin. Ditambah lagi, lanjutnya, teknik menggoreng yang mempertahankan cita rasanya.
Dengan bekal ini, dalam sehari, Bebek Tugu Pahlawan mampu menjual 600 hingga 700 potong bebek. Katanya, itu masih terbilang sepi. Pas ramai, bisa terjual 1000 potong bebek. Taksiran keuntungan kotor Bebek Tugu Pahlawan diperkirakan Rp 15 juta hingga Rp 17 juta per hari.
Apapun, bagi pengunjung warung ini, Bebek Tugu Pahlawan adalah makanan yang layak jadi pilihan saat bertandang ke Surabaya. Meski makannya di pinggir jalan, ramai akan lalu lalang kendaraan, tidak mengurungkan niat untuk makan di sana. Apalagi bisa makan dengan view Tugu Pahlawan di malam hari, ditambah es kelapa yang segar, rasanya bukan momen yang gampang dilupakan. (venska galistyar, dheasya rahmaunisa)