Sebagai kota terbesar ke dua di Indonesia, Surabaya menyimpan banyak pesona kuliner tradisional. Seperti lontong balap dan rujak cingur. Selain itu, ada lagi aset kuliner yang keberadaannya dipercaya mengiringi perjalanan kota ini sejak awal, takni pecel semanggi.
Ya, makanan berbahan utama daun semanggi yang diselimuti sambal dan kerupuk puli itu, masih bertahan hingga kini. Bahkan, beberapa waktu terakhir, pecel semanggi seolah bangkit dan ramai dijajakan di banyak tempat.
Di area Taman Bungkul saja, dapat ditemui 10 penjual pecel semanggi yang bersemangat menjajakan dagangannya. Surtini salah satu penjual pecel semanggi mengaku, disaat liburan ia bisa menjual satu bakul semanggi dan mengantongi uang sekitar Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu, dengan satu bungkus pecel semanggi Rp 7.000.
“Kalau hari libur gini ya cepet habis, karena ramai. Tapi kalau sepi bisa sampai jam delapan malam disini, itupun kalau habis,” kisahnya.
Meskipun begitu, wanita asal Gersik ini tak keberatan menjajakan pecel semanggi empat kali dalam seminggu di Taman Bungkul. “Belum banyak yang tau mungkin kalau kita jualan semanggi, kan memang tumbuhannya itu sudah jarang. Ini pun saya ngambil dari Benowo (Surabaya Barat) sana. Semua bahannya, mulai dari bumbu, semanggi, kecambah, sampai kerupuk puli-nya,” keluh perempuan berumur 62 tahun ini.
“Daun semanggi yang tumbuh di sawah sekarang gak ada lagi, jarang. Dulu tumbuh liar, gak kekurangan. Kalau sekarang malah ditanam di sawah, yaa gimana mau tumbuh liar, sawah sudah dibanguni jembatan tol dan mall besar,” tambahnya dengan raut muram.
Kini cita rasa khas semanggi kembali jadi incaran, yang tidak suka makan sayur pun bisa dibuat ketagihan. Seperti halnya Triono, warga Tengger Manukan, Surabaya yang sedang mampir ke taman Bungkul dan membeli pecel semanggi. “Semangginya udah enak, kalau ditambah bumbunya makin enak. Padahal sejak kecil saya tidak suka makan sayur,” tuturnya sambil tertawa kecil.
Perpaduan semanggi dengan sambal berbahan campuran kentang atau ubi, kemiri, kacang, bawang merah, dan bawang putih ini punya rasa khas yang nikmat. Apalagi ditambah cabai pedas dan ditemani kerupuk puli, tak berlebihan kalau makanan khas Surabaya ini dibilang legendaris.
Sebagai penggemar pecel Semanggi, Wijanarko, warga Banyu Urip Surabaya, juga mengakui, kuliner pecel semanggi ramai di tahun 1990-an. “Waktu saya masih kecil sudah ada, dan pecel semanggi makin populer kira-kira di tahun 90-an. Sesudah itu redup dan makin jarang orang berjualan,” terang laki-laki pecinta kuliner Surabaya ini sembari menikmati pesanannya.
Sebagi info, pecel semanggi sempat menjadi lirik lagu berjudul Semanggi Suroboyo ciptaan S. Padimin pada era 50-an. Lagu mengenai makanan khas Surabaya ini dimainkan dengan musik keroncong.
naskah dan foto : pipit maulidiya