Semangat memberontak pada kekangan aturan serta keinginan menjadi manusia merdeka, seakan menjadi penggerak bagi pribadi seniman Taufik Monyong dalam mengekspresikan karya-karyanya. Lewat tema Street Rebel, Taufik menyajikan total 28 karya, yang terdiri dari 20 lukisan dan delapan skuter dalam pameran tunggal di Orasis Gallery, Jl. H.R. Muhammad, no.94, Surabaya.
Ajang ini tidak bisa terlepas dari satu objek, skuter! 20 lukisan yang semuanya mengandung unsur kendaraan roda dua tersebut serta modifikasi delapan skuter yang masih bisa dipakai, cukup menjadi bukti betapa Taufik sangat mengagumi tunggangan buatan Itali tersebut. “Saya baru memakai skuter dua tahun lalu tetapi langsung tertarik untuk mengeksploitasinya. Skuter sangat ekstetik, praktis dan gampang dirawat. Ini sesuai dengan semangat saya,” jelas Taufik.
Ia melanjutkan, dalam perjalanan hidupnya, Taufik menjumpai bahwa mayoritas aturan bukan terdapat di rumah atau di kantor, tetapi di jalan. “Di kantor paling dilarang merokok atau buang sampah sembarangan. Kalau di jalan, anda harus pakai helm, belok kiri mengikuti lampu, belok kanan langsung, lampu merah dan masih banyak lagi. Padahal natur seorang manusia adalah merdeka sepenuhnya dan tidak ingin terkekang peraturan. Hal ini membuat saya ingin memberontak. Semangat itu lalu saya visualisasikan lewat benda yang mewakili simbol simple dan merdeka itu, yaitu skuter,” jelasnya.
Tampak dari salah satu modifikasi skuter yang diberi judul ”Street Killing Ground”, Taufik memenuhi seantero badan skuter dengan paku dalam jumlah ratusan. Seniman lulusan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya ini mengirim pesan jelas lewat karyanya yang satu ini, lawanlah jebakan dan jangan terjebak dengan banyaknya aturan di jalan.
Karya lainnya yang bertajuk “Cerobong Merah” menjadi media bagi Taufik dalam mengkritik polusi dari raksasa-raksasa industri yang sudah diambang batas. Skuter merah yang ditempeli banyak ornament cerobong mini pada sayapnya itu tampak mencolok di dalam ruang pameran. “Gagasannya (cerobong merah) sederhana, peringatan kepada industry untuk menjaga standar limbahnya,” lanjut mantan aktivis ’98 tersebut.
Didukung Orasis
Pameran yang berlangsung mulai tanggal 9-30 April 2010 itu juga menjadi tanda dibukanya ruang pameran baru di Orasis Gallery. Ruang pameran yang terletak di lantai tiga gedung Orasis itu dikhususkan bagi karya-karya yang sedang dalam proses atau karya eksperimental.
“Jika lantai satu dan dua digunakan untuk memajang karya dari orator kuat dan karya pribadi, lantai tiga akan dipakai sebagai ruang eksperimen. Disini seniman muda Jawa Timur dapat kesempatan untuk diapresiasi karyanya oleh masyarakat. Karena itulah kami manamakannya, ruang alternatif,” terang Agus “Koecink” Sukamto, perupa dan pemerhati seni rupa Jawa Timur.
Naskah|foto : arie rumihin