Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya berkembang dengan cepat dan dinamis. Tak jarang, para pemegang jabatan di kota ini mesti berpikir keras saat dihadapkan pada pilihan pengembangan kota, modernisasi, dan penghargaan terhadap benda-benda bersejarah di kota. Beruntung, upaya sejumlah aktifis Heritage Surabaya berhasil membangun kesadaran tentang pentingnya menghargai aset sejarah kota. Sehingga beberapa bangunan penting mulai berhasil diselamatkan. Meski ada juga yang hancur digerus jaman, tak terurus, atau mangkrak tak tentu arahnya.
Sejak beberapa tahun lalu, Stasiun Semut Surabaya jadi pembicaraan seru di media-media Surabaya. Karena bangunan penting ini terancam bakal dibongkar, disulap jadi gedung bisnis dan rumah toko. Bahkan proses pembongkaran mulai berjalan. Pemkot Surabaya langsung muntab. Kepala Badan Perencana Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya saat itu meminta agar proses pembongkaran dihentikan. Tak hanya itu, pihak PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VIII juga dilaporkan pada Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya, karena terindikasi merusak bangunan bersejarah sehingga melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Bangunan Cagar Budaya.
Sempat terjadi silang pendapat, karena pihak Daops VIII Surabaya mengaku tidak tahu sama sekali bila Stasiun Semut termasuk bangunan cagar budaya. Upaya pemkot menuai banyak dukungan. Sehingga sejak 2011, upaya revitalisasi mulai dilakukan setelah stasiun bersejarah ini mangkrak selama delapan tahun.
Keberadaan Stasiun Semut, sejatinya tidak hanya penting bagi Surabaya semata. Tapi juga Indonesia. Karena stasiun kereta api ini jadi mata rantai sejarah transportasi modern di Indonesia. Stasiun tertua di Jawa Timur yang dibangun pada tahun 1873 ini awalnya difungsikan untuk mendukung ekspor hasil bumi Jatim ke Belanda di era pemerintah kolonial.
Stasiun Kereta Api Semut berada di Jl Bongkaran, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya. Salah satu daya tarik stasiun ini, selain sisi sejarahnya, juga keindahan arsitekturnya. Sebuah sumber menyebut, bangunan yang sejak 26 September 1996 remi dinyatakan sebagai cagar budaya oleh pemkot ini dibangun bersamaan dengan jalur kereta api Surabaya, Malang dan Pasuruan pada tahun 1870 an. Dibangun sejak 1873, stasiun ini diresmikan pada tanggal 16 Mei 1878 dengan nama Station Spoorwegen en Stoomtram Soerabaja.
Gagasan pembangun Stasiun Semut dan jaringan rel kereta api di Jawa muncul saat Belanda mulai memikirkan modernisasi transportasi menyusul kebijakan politik pintu terbuka pada akhir abad XIX. Pemerintah Belanda kemudian menyusun regulasi yang berisi keputusan untuk membangun jaringan jalur kereta di trans Jawa dengan biaya pemerintah, dengan nama perusahaan Staats Spoorweg (SS).
naskah dan foto : farid rusly | indonesiaimages.net