Dijejer rapi, puluhan boneka berpakaian daerah dipajang berpasangan laki-laki dan perempuan. Tak ketinggalan boneka Cak-Ning Surabaya dan boneka dengan pakaian Tari Remo ikut berjajar manis melengkapi. Suasana Rumah Boneka Nusantara yang terletak di Jalan Rungkut Permai itu juga ramai dengan pernak-pernik boneka yang belum dilengkapi pakaian adat, serta koleksi mainan tradisional kreasi Sukma Trilaksasih lainnya, seperti enggrang batok dan patelele.
“Ini tuyul-tuyul saya,” sergahnya sambil tertawa pelan, mengenalkan boneka kreasinya.
Terhitung sejak 2008 silam, perempuan yang bekerja dibidang accounting di salah satu perusahaan media di Surabaya itu kebanjiran pesanan boneka nusantara, alias boneka dengan pakaian adat dan boneka wisuda.
“Waktu itu saya disarankan teman mengikuti pameran Kreatifitas Wanita Jawa Timur tahun 2008, karena boneka yang sering saya bawa ke kantor ini menurut mereka menarik. Eh, gak disangka setelah itu banyak yang pesan,” ujarnya mengenang.
Waktu perempuan 57 tahun ini tak pernah ia sia-siakan, Sukma sering mengamalkan pengalamannya kepada beberapa mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya dan ibu-ibu rumah tangga yang ingin belajar. “Ibarat air di dalam gelas, air itu harus saya bagi supaya saya selalu punya tempat untuk hal baru lainnya,” tuturnya.
Tak dinyana, dibantu empat pegawainya, Boneka Nusantara itu kini sudah sampai seluruh Indonesia. Bahkan beberapa pesanan datang dari luar negeri seperti Belanda, Thailand, Korea, dan Philadelpia. Pesanannya pun tak tanggung-tanggung. “Ada yang pesan sampai 200 boneka,” terang perempuan dengan tiga anak ini.
Di tengah ramainya pesanan boneka nusantara, Sukma masih mengalami kesulitan dalam memperoleh boneka sebagai bahan pokok. “Saya masih impor boneka karet dari Cina. Karena di Indonesia belum ada. Banyak sih yang nawarin boneka dari kayu dan keramik, tapi saya gak mau. Kan nanti gak bisa ditekuk-tekuk, karena semua baju adat yang saya gunakan untuk boneka di buat dengan jahit tangan. Jadi seperti memakaikan baju ke manusia,” terangnya.
Namun masalah itu tak menjadi hal yang berarti bagi perempuan yang punya hobi membaca ini. Ia pun sering mendapatkan undangan untuk menggelar pameran dari Dinas Pariwisata dan Pelindo jika ada kapal pesiar bersandar. “Selain jual boneka nusantara disana, juga ngajarin turis-turis itu untuk bikin bonekanya,” ujarnya.
Ide membuat boneka nusantara diakui Sukma berawal dari kekhawatirannya kepada generasi muda yang dihadapkan dengan gempuran budaya asing. “Dulu waktu jalan-jalan lihat berbagai macam boneka. Tapi kok gak ada yang mendidik ya, pakaiannya aneh-aneh. Nah itu akhirnya saya bikinkan sendiri untuk anak saya,” tutur perempuan berkacamata ini.
Berkat keuletan Sukma untuk terus menerus meningkatkan kreasinya, tak heran jika berbagai penghargaan ia dapatkan. Diantaranya adalah Pahlawan Ekonomi Kategori Industri Kreatif dari Pemkot Surabaya 2014, PPK Sampoerna Expo 2014, dan masih banyak lainnya.
Sebagai info, harga yang dipatok Sukma untuk sepasang boneka kecil Rp 125 ribu, Sementara boneka berukuran besar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu. Koleksinya di sebar ke berbagai galeri di Surabaya seperti Gudang Pusat Souvenir Jawa Timur, Jalan Raya Juanda Surabaya. Di RUKMAYA Kantor Bapemas Kota Surabaya, Lobby Balai Kota (Pemkot) Surabaya, dan Gedung P3E Jalan Kedungdoro No. 86-90 Surabaya.
naskah : pipit maulidiya | foto : istimewa