Berkas abadi di balik panorama keindahan alamnya memukau, mengundang berjuta perhatian siapa saja untuk mencapai batas tertinggi.
Anda yang kerap melakukan penjelajahan mendaki gunung, atau siapa saja yang punya minta khusus berwisata. Sekiranya Gunung Lawu dapat dijadikan sebuah pilihan untuk layak dicoba. Disamping tidak terlalu berbahaya bagi wisatawan, gunung ini juga mempunyai panorama alam memukau dan memiliki hubungan dengan sejarah Kerajaan Majapahit.
Gunung Lawu berada diperbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, dan punya ketinggian 3.265 meter dari permukaan laut (mdpl). Bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke Wana Wisata Telaga Sarangan Magetan rugi bila tidak selangkah melakukan pendakian ke gunung itu. Karena wisata gunung lawu kerap ditawarkan satu paket dengan keberadaan telaga sarangan, lantaran posisinya berada bersanding dengan obyek wisata itu.
Untuk mencapai ke gunung lawu kita perlu mencari informasi ke warga setempat, tentang jalur menuju ke Desa Cemoro Sewu maupun Desa Cemoro kandang. Kedua desa itu hanya berjarak sekitar 1 kilometer, dan dapat dibilang sebagai gerbang pendakian ke puncak lawu, warga setempat lebih mengenalnya dengan nama Argo Dumilah. Letaknya berada tidak jauh dari Kota Magetan dengan jalur jalan raya yang tidak seberapa bahaya dilewati segala jenis kendaraan, kendati jalur itu berada sekitar 1.878 mdpl.
Rute menuju kedua desa itu, ditempuh dari arah Surabaya menuju Madiun diteruskan ke Magetan, kemudian menuju ke Sarangan, dari sini kita dapat memanfaatkan angkutan desa untuk menuju ke Desa Cemoro Sewu atau ke Desa Cemoro Kandang. Sekedar catatan jika Anda sampai di desa ini, perlu mengecek kembali kebutuhan logistik tambahan yang akan dibawa hingga mencapai puncak lawu.
Jalur yang dimulai dari Cemoro Sewu ini adalah yang paling sering digunakan sebagai rute pendakian, jarak tempuhnya sekitar 6,5 kilometer, sepanjang perjalanan kita akan menjumpai jalanan terjal bebatuan, namun rasa capai akan terganti dengan pesona memukau dan menyapa tiada henti. Sementara satu lagi yang dapat digunakan sebagai jalur alternatif pendakian adalah dimulai dari Desa Cemoro Kandang, jarak tempuhnya sekitar 12 kilometer.
Titik Sakral
Gunung Lawu saat ini adalah tergolong gunung api yang telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan Hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, Hutan Montane, dan Hutan Ericaceous.
Lawu sendiri memiliki tiga puncak yang terkenal, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Ketiganya dikenal memiliki cerita sejarah dan tersimpan nilai-nilai kesakralan, bagi sebagian masyarakat yang menganggapnya keramat. Hargo dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Brawijaya Pamungkas, hargo dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan hargo dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang mengasah batin dan meditasi.
Bahkan, bila berkenan agak ke bawah, di sisi barat gunung terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit, yakni Candi Sukuh dan Candi Cetho. Sementara di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran, yakni Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, sebuah tempat yang dikeramatkan oleh keluarga Presiden Indonesia kedua.
Karena itulah gunung lawu kerap dikunjungi warga yang bermaksud berziarah, karena banyak menyimpan obyek-obyek sakral bersejarah.
Tempat sakral yang ada di kawasan gunung ini yang akhirnya dikeramatkan oleh penduduk sekitar terutama penduduk yang tinggal di kaki gunung. Tidak heran bila pada saat tertentu, seperti memasuki Bulan Muharram (Bulan Syuro), banyak orang yang datang ke gunung ini. Mereka berasal dari Tawangmangu, Karanganyar, Semarang, Madiun, Magetan, Nganjuk, dan masih banyak lainnya. Jumlahnya pun meledak bukan kepalang, dapat mencapai ratusan orang.
Tujuan mereka datang tiada lain adalah untuk berharap berkah dari Sang Kuasa, dengan melabuh harap di tempat sakral yang ada di sana. Seperti yang diutarakan Supriyono, warga asal Karanganyar, Jawa Tengah saat ditemui EastJava Traveler di Gunung Lawu. Dia mengatakan, beberapa komplek di gunung ini ia percaya sangat tepat untuk dijadikan tempat berburu berkah, terlebih pada momentum peringatan 1 Suro.
“Gunung Lawu saya percayai menyimpan mitos sejarah yang masih berhubungan dengan Kerajaan Majapahit, karena bertuah maka saya dan beberapa kawan kerap datang kemari terhitung sudah tujuh kali. Sekedar untuk berdoa pada Sang Kuasa dan berharap berkah agar tercapai tujuan hidup lebih baik,” jelasnya.
Gunung lawu sendiri menyimpan cerita sejarah yang menarik. Cerita yang berkembang di masyarakat sekitar, seperti yang dijelaskan oleh Sudarmanto, salah seorang petugas Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di Kawasan Wisata Sarangan, Gunung Lawu sejarahnya lekat dengan kisah Raden Brawijaya. “Kisahnya Raden Brawijaya lari ke Gunung Lawu untuk menghindari kejaran pasukan Demak yang saat itu dipimpin oleh putranya sendiri bernama Raden Patah, serta dari kejaran pasukan Adipati Cepu yang menaruh dendam lama kepada Raden Brawijaya,” tuturnya.
Bahkan, warga sekitar mempercayai jika Raden Brawijaya meninggal di puncak gunung ini. Dibuktikan dengan adanya cungkup serta petilasan-petilasannya di puncak hargo dalem. Menurut kisahnya, waktu itu Kerajaan Demak mengejar Raden Brawijaya lewat Raden Patah agar memeluk agama Islam, yang akhirnya ditolak oleh Raden Brawijaya.
Di Gunung Lawu inilah Raden Brawijaya melarikan diri dari kejaran dua kerajaan itu, sebelumnya sempat hendak mendirikan Candi Sukuh, yang terletak di Dusun Sukuh Desa Berjo Karanganyar atau berada di sebelah barat gunung lawu dan sayangnya tak rampung terbangun. Hingga dirinya lari menembus belantara ke puncak lawu, disanalah Raden Brawijaya mendirikan Candi Cetho, yang hingga kini pada saat-saat tertentu ramai pengunjung.
Selain kesakralan ketiga puncak dan beberapa komplek candi yang ada di kawasan gunung ini, juga masih ada dua bagian lagi yang kerap dikeramatkan oleh masyarakat yang mendaki ke sana. Yakni Sendang Panguripan dan Sendang Drajat.
Konon di Sendang Panguripan ini tersimpan kekuatan supranatural, yang sumber airnya sering dimanfaatkan oleh para peziarah untuk mencari kehidupan. Mereka yang mempercayai sumber air yang ada di sana, airnya pernah dimanfaatkan oleh Raden Brawijaya ketika mendaki Gunung Lawu dan punya khasiat. Sama seperti Sendang Panguripan di Sendang Drajat pun airnya sering dimanfaatkan oleh para peziarah.
m. ridloi | foto : wt atmojo
1 Comment
apakah tidak berbaya jika sekarang didaki?