Jarum jam belum bergerak ke angka 06.30 WIB. Dingin pagi masih menyengat, mengantar angin yang bergerak lambat. Kantor masih sepi, hanya ada satu kendaraan di halaman parkir.
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Subakri, S.Sos MSi, Kepala Dinas Kominfo Kota Madiun, melangkah ringan ke ruang kerjanya. Membuka pintu, lalu duduk di belakang meja kerja. Beberapa dokumen bertumpuk di mejanya.
Ya, bagi bapak tiga anak ini, pengabdian memang harus dimulai sejak dini. Saat udara masih segar, sesegar air mineral yang tersuguh di mejanya. “Saya tidak minum kopi. Juga tidak sering minum teh. Hanya air putih,” katanya sambil tersenyum.
Subakri kemudian memeriksa setiap dokumen kerja yang ada. “Sejak Kabag Umum, saya terbiasa untuk melihat setiap data secara detail,” tegasnya.
Ini yang kemudian jadi alasan, saat atasannya saat itu, Wali Kota Madiun Bambang Irianto, didakwa jaksa KPK melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun, ia harus datang untuk diperiksa dan menjadi saksi.
“Waktu itu saya omong apa adanya. Wong semua tercatat. Saya terbiasa seperti itu,” jelasnya. Bagi Subakri, hidup hanya mengalir seperti air. Apa yang harus dijalani, memang harus dijalani. Tak perlu dipaksakan, tak perlu dihindari.
Seperti saat posisinya menanjak dari Kabag Umum ke Kepala Dinas Kominfo Kota Madiun. Subakri menganggap ini keniscayaan. “Padahal buat saya, jadi pejabat eselon saja sudah anugrah. Ini jadi kepala dinas,” kelakar pria yang kini siap menjadi kakek dari seorang cucu ini.
Naik jabatan, naik pula beban tugas? “Sama saja. Masing-masing ada tugas yang berbeda. Dulu sebagai kabag umum, saya harus bertanggung jawab melayani kebutuhan lima pimpinan,” kata Subakri.
Kini, lanjutnya, bertugas di bawah beberapa lembaga juga. “Memang ada tanggung jawab yang lebih besar. Karena dulu rusannya internal, sekarang eksternal,” tukasnya.
Sebagai Kepala Dinas Kominfo, Subakri mengaku, ia ingin terlibat dalam upaya sosialisasi aset kota. Meski pertumbuhan ekonomi kota sudah terbilang baik, Subakri yakin, di masa mendatang hal ini bisa dikembangkan lebih jauh lagi. “Madiun punya industri kereta api meski hanya gerbongnya. Perkembangan jasa perhotelan dan kuliner juga tumbuh subur,” bangganya.
Di luar itu, ia juga ingin sungguh-sungguh terlibat memperkuat kualitas komunikasi antara pemerintah dengan warga dan media massa. Kominfo, kata Subakri, tak ubahnya pintu keluar masuk informasi yang sesungguhnya sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat dan pemerintahan.
Memasuki usia 49 tahun, Subakri kerap mengingatkan dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya. “Apa yang kita lakukan harus bisa dipertanggungjawabkan. Itu sangat penting,” tandasnya.
Di luar itu, ia juga kerap mengajak orang-orang untuk beribadah tepat waktu dan sholat berjamaah. Keseimbangan hidup, katanya, bisa dimulai dari mengasah hati dan pikiran.
“Karena itu, saya selalu tekankan pada diri saya. Saya harus terus bersyukur. Karena semua yang kita miliki sekarang, hari ini, selain buah apa yang kita lakukan di masa lalu, juga titipan yang bisa hilang kapan saja,” papar Subakri dengan nada rendah.
Berbicang dengan pria ini memang menyenangkan. Sehingga tanpa terasa waktu sudah bergerak mendekati senja. “Saya pulang akhir. Biasanya kawan-kawan pulang jam tiga sore. Saya pulang jam empat,” katanya.
Saat jarum jam bergerak ke angka 16.00 WIB, Subakri pun bersiap untuk pulang ke rumah. Setelah merapikan meja, ia berdiri dan meninggalkan ruang. Menutup pintu ruang kerjanya, lalu beranjak ke luar kantor.
Langit sore mulai menguning. Dan hari bergerak menuju senja. Subakri, dan para pengabdi lain di muka bumi, mesti kembali menikmati hari-hari bersama anak dan istri. Agar besok, bisa bekerja kembali.
naskah : hendro d. laksono
foto : mamuk ismuntoro