Keberadaan Pondok Pesantren Salafiyah yang berlokasi di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur No.10, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang ini sudah tidak asing lagi. Kebanyakan yang sudah tahu, terkesima dengan bangunan ponpes ini.
Ahmad Sulton salah satunya. Pria berusia 40 tahun asal Magetan siang itu, datang ke lokasi pesantren bersama keluarganya. “Enaknya ke sini, selain bernuansa Islam tempatnya sejuk, nyaman dan bangunannya juga bagus,” ujarnya.
Kemegahan berpadu estetika bersinergi lekat dengan nuansa Islami yang ada di dalam Ponpes bernama lengkap, Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah). Artinya yaitu, Segarane, Segara, Madune, Fadhole Rohmat. Ponpes ini dirintisan mulai pada 1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau akrab disapa Romo Kyai Ahmad.
Saat itu, Romo Kyai Ahmad tidak pernah terbesit jika bangunan ponpes miliknya bisa sampai seperti sekarang. Yang terbayang hanya membangun, membangun dan membesarkan pesantren saja. Keinginan itu dimulai dari tahun 1978, proses pembangunan kecil-kecilan mulai dikerjakan bersama santri-santrinya hingga tahun 1992. Setelah itu, proses pembangunan sempat berhenti. Proses pembangunan berjalan lagi sekitar tahun 1998 akhir dan awal tahun 1999 yang ditandai dengan adanya aktivitas ngecor dan pembuatan jalan serta pos sampai jadilah seperti sekarang.
Berdiri di atas lahan seluas 4 hektar, bangunan itu telah berdiri sebanyak 10 lantai. Lantai 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para Santri Pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang di kelola oleh para Santri, berbagai macam makanan ringan dijual dengan harga murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual berupa pakaian Sarung, Sajadah, Jilbab, Tasbih, tempat istirahat, tempat makan minum, dan sebagainya. Sedangkan sisanya, lantai 9 dan 10 berfungsi untuk melihat pemandangan komplek pesantren dan sekitarnya dari ketinggian.
Dari masing-masing lantai bangunan ponpes Bi Ba’a Fadlrah memiliki keunikan pada gaya bangunannya. Ada yang bercorak timur tengah, bergaya oriental, bergaya Jawa, bahkan ada yang coba menyatukan dengan sentuhan-sentuhan alam.
Unik memang. Begitulah bahasa cinta yang coba disampaikan di dalam atmosfer komplek pesantren ini kepada siapa saja yang datang ke sana. Tak salah, bila musim liburan tiba atau saat akhir pekan, jumlah pengunjung baik dari dalam maupun luar kota banyak mengunjungi pesantren yang terbuka untuk umum.
Di bagian lain dari bangunan berlantai 10 tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan anak-anak. Di dalam komplek ponpes itu juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.
Meski demikian gaya bangunan atau konsep pesantren ini ada, anehnya sang perancang bukan lah orang luar atau seseorang ahli di bidang ini, melainkan arsitek dan sang perancang konsep pesantren ini tak lain adalah sang pemilik pondok sendiri KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh. Menurut beberapa pengurus pondok, saat itu Kyai Ahmad dalam proses membangun tidak mau meniru gaya bangunan lain. Semua murni ide sendiri yang dibangun bersama santri pondok sendiri dengan mengedepankan aspek keindahan dan kecintaan pada Sang Kuasa.
Keberadaan pondok kerap dikaitkan dengan istilah Masjid Tiban atau Masjid Jin. Karena dikabarkan bangunan masjid yang jadi satu dengan pondok ini dibangun hanya dalam semalam oleh Jin, sehingga mendadak ada begitu saja bangunannya. Namun, pihak pondok menepisnya dan menjelaskan dengan tegas, jika semua bangunan di sini murni karya romo kyai dan para santri. [baca: 6 Alasan ke Ponpes Bi Ba’a Fadlrah]
naskah : m.ridlo’i | foto : farid rusly