Terinspirasi dari cerita wayang gedhog karya (alm) AM. Munardi. Yang mengisahkan Panji Remeng, sebutan dari penjelmaan seorang pengasuh Panji Inukertopati. Di bagian ini dikisahkan bernama Bancak, seorang ksatria gagah perkasa.
Si Bancak yang kala itu ditugasi sebagai pengasuh berakhir gagal. Sebab dia dituduh tidak dapat menjaga perjodohan, antara Raden Panji Inukertopati dari Kerajaan Jenggala dengan Dyah Ayu Sekartaji dari Kerajaan Kadhiri.
Bubrahnya proses perjodohan itu, akibat pertengahan cerita Raden Panji berpindah hati pada seorang wanita. Hingga akhirnya diketahui wanita itu bernama Dewi Anggreni. Kisah asmara ini mengakibatkan keinginan untuk menyatukan kembali dua kerajaan menjadi pupus.
Mencoba mengkaji dari kisah wayang gedhog itu. Selasa malam (2/12) Kolaborasi Seniman Jawa Timur menggelar sebuah pertunjukan bertema Panji Remeng.
Namun, pada pagelaran yang diadakan di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur itu. Kisah itu coba digubrah dengan memberikan sentilan- sentilan terhadap kondisi perpolitikan di negeri kita.
Menurut paparan Heri Prasetyo, Produser dari pertunjukan Panji Remeng, spirit cerita Panji Remeng ini hampir sama dengan cerita karangan pada epos Mahabarata, yaitu Petruk Dadi Ratu. Yang intinya sebuah kritikan terhadap para bangsawan atau ksatria di level atasnya. Tujuannya untuk lebih baik dalam memimpin negeri. Agar lebih mengedepankan kepentingan serta kebutuhan rakyatnya.
“Dalam konteks sekarang misalnya kita sedang menjalankan episode negeri yang pemimpinnya bingung menentukan kebijakannya,” imbuh Heri pada EastJava Traveler.
naskah:m.ridlo’i – foto:wt atmojo