Ingin belajar sejarah perkembangan Islam di Indonesia, mampirlah ke Museum Islam Indonesia Hasyim Asyari. Karena di museum yang berlokasi di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur ini, kita akan memperoleh banyak informasi terkait perkembangan Islam di Bumi Nusantara.
Museum yang mulai dibangun sejak 2014 ini tidak hanya memamerkan koleksi berupa artefak, manuskrip, dan arsip sejarah persebaran Islam di Indonesia, tetapi juga diharapkan menjadi ruang publik untuk berdialog, dan merawat kebinekaan.
Seperti dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, museum diharap dapat menjadi pusat ilmu dan tempat belajar masyarakat, khususnya generasi muda. “Generasi muda harus paham betul sejarah pergerakan Islam di Indonesia,” katanya.
Ia menegaskan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkomitmen penuh untuk pengembangan koleksi dan tata kelola museum bertemakan sejarah Islam terbesar di Indonesia saat ini.
Segera setelah peluncuran awal ini, tim Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan akan melakukan dialog dengan pesantren Tebuireng dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Khususnya terkait status kelembagaan dan dukungan teknis dalam manajemen koleksi.
Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Hilmar Farid, penambahan dan sirkulasi koleksi akan dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai museum, dan lembaga seperti pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia.
“Kita berharap museum ini menjadi tempat yang utama dalam mempelajari sejarah Islam di Indonesia,” kata Dirjen Kebudayaan.
Salahudin Wahid (Gus Solah), pimpinan Pesantren Tebuireng Jombang menyampaikan pentingnya Museum Islam Indonesia sebagai tempat mencari referensi tentang Islam di tanah air. Dan bahwa umat Islam di Indonesia menerima Pancasila sebagai dasar negara.
“Sekarang kita harus memberikan informasi pada masyarakat, supaya masyarakat paham bahwa negara kita perpaduan keindonesiaan dan keislaman sebagai bentuk dalam budaya, dalam hukum. Banyak sekali hukum kita (Islam) yang masuk undang-undang kita,” tutur Gus Solah.
Sebelumnya, cucu pendiri Nahdatul Ulama ini melaporkan bahwa museum yang berdiri di atas lahan seluas 4,9 hektare tersebut dibangun dengan menggunakan anggaran pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai bentuk penghormatan kepada ulama yang berjasa bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Museum Islam Indonesia menawarkan koleksi dari berbagai wilayah di Indonesia. Dengan proses penyiapan selama lebih dari tiga tahun, museum ini menargetkan audiens yang beragam. Selain visual, museum akan menawarkan bebunyian, bahkan aroma. Secara umum, alur kisah museum yang terletak di pesantren Tebuireng ini terbagi menjadi tiga.
Pertama, jaringan Islam Nusantara. Kedua, bagaimana Islam di Indonesia berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain. Dan yang terakhir di lantai atas, perkembangan Islam di era kontemporer.
Di awal peluncurannya, Museum Islam Indonesia didukung oleh Museum Nasional, Perpustakaan Nasional, Museum Sono Budoyo, Museum Bait Quran, Museum Tekstil, dan Museum Balaputradewa, serta Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Museum dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Mojokerto.