Janet Cochrane, Dosen Ecotourism dari Leeds Metropolitan University UK, sempat terhenyak saat berkunjung ke Kaliandra, yang berada di Dusun Gamoh, Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Dia terpesona dengan keindahan panorama alam di Kawasan Gunung Arjuna. Menurutnya keindahan itu berpadu eksotis dengan potensi alam dan keragaman budaya masyarakatnya.
Di beberapa kawasan lereng dapat ditemui keberadaan peninggalan bersejarah dan sekitar 52 situs purbakala terserak di lereng Arjuna, pemandangan ini dapat kita temui sepanjang rute pendakian. Misal saja, saat kita menempuh rute pendakian dari wilayah timur yang dapat dilalui di Dusun Tambak Watu, Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Dari situ kita akan melangkah naik hingga sampai di Goa Onto Boego. Sebuah tempat yang juga dipercaya oleh warga setempat memiliki tuah atau kekuatan supranatural, dapat tembus hingga ke Laut Selatan.
Kemudian melanjutkan perjalanan, kendati rasa lelah mulai menyikap, tak perlu khawatir karena perasaan ini dapat tergantikan dengan pemandangan alam yang begitu memukau didukung hawa segar menyelinap ke tubuh.
Terus naik, sampailah di Komplek Tampuono. Disinilah Anda dapat sejenak melepas lelah, karena terdapat pendopo dan beberapa gubuk warga yang menjual aneka makanan serta minuman. Selain itu di Tampuono inilah juga kerap dibuat para lelaku yang singgah di beberapa petilasan dan makam sesepuh desa. Seperti Makam Eyang Abiyoso, Eyang Sekutrem, Eyang Madrem, Goa Nogo Gini, Sendang Dewi Kunti sebagai tempat air, serta beberapa titik sakral lainnya.
Tak berhenti di Onto Boego dan Tampuono saja, peninggalan sejarah yang ada di Gunung Arjuna. Namun, masih banyak lainnya saat kita melanjutkan langkah terus naik menerabas alam menuju puncak gunung. Yakni setelah itu, kita temui keberadaan petilasan, makam, dan puluhan situs berserak di Komplek Eyang Semar, Mahkutoromo, Sepilar, dan Komplek Candi Jawadipa. Bahkan jika kita mau menjelajahi seluruh kawasan yang ada di sana, dapat menemui banyak sisa peninggalan budaya, goa dan air terjun yang masih alami.
Bukti lain jika potensi budaya di sini begitu besar, dapat dilihat pula dari buah karya budaya yang terlahir dari masyarakatnya. Penduduk di Kaki Arjuna, memiliki aneka kesenian seperti Tari Ujung, Ludruk, Sendratari, Wayang, Karawitan, Ancakan desa, serta jamasan sebagai momen tahunan yang menjadi wujud untaian syukur warga pada leluhur dan Sang Kuasa. Beragam budaya yang bersanding erat dengan keramahan warga desa penunjang kawasan lereng Arjuna, semakin melengkapi potensi kawasan ini sebagai tempat tujuan wisata tahan lama.
Dengan makin berkembangnya keragaman budaya yang ada di kawasan Arjuna, seperti halnya yang telah digiatkan oleh masyarakat di Desa Tambaksari. Warga setempat berharap banyak pihak yang turut serta membantu pelestarian budaya dan potensi alam yang ada. Seperti yang diutarakan Rr. Justina Jetty M Apriyatni, salah seorang penggiat budaya di Desa Tambaksari, berharap agar pemerintah, khususnya dinas pariwisata dan kebudayaan terkait turut serta mengembangkan segala potensi di sini, bentuknya bisa berupa dukungan, promosi, atau bentuk lainnya. “Sangat kami sayangkan, jika pemerintah kurang membantu, karena kami akan terus bergiat melestarikan alam dan budaya di sini,” imbuh pemilik galeri kesenian La Bagoes ini.
Kebun Apel
Selain berjuta pesona yang terdapat dari akses pendakian Gunung Arjuna dari sisi bagian timur, atau dari Kaliandra di Desa Dayurejo, Dusun Tambak Watu (Desa Tambaksari), dan sekitarnya. Pesona alam yang dapat kita nikmati, yakni dari sisi bagian selatan kawasan Gunung Arjuna. Tepatnya di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Desa Tulungrejo merupakan desa yang sangat subur dengan corak masyarakatnya yang majemuk, dan sebagian besar bermata pencaharian tani sayur mayur dan buah apel. Selain usaha dari tani juga usaha sapi perah untuk produksi susu, gotong royong merupakan sifat masyarakatnya. Ditunjang oleh udara yang dingin dan panorama alam yang indah, terletak di dataran tinggi.
Potensi di desa ini yang paling menonjol adalah perkebunan apel. Kebanyakan petani di Tulungrejo menggelar rekreasi petik apel dengan swadaya dan kreatifitas sendiri. Dan, di desa ini telah terbentuk beberapa Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Salah satunya adalah Kelompok Tani Makmur Abadi di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji. Mulai dari promosi, memandu wisatawan, hingga menyediakan transportasi, mereka kelola secara mandiri.
Menurut penjelasan Sayekti Heri Cahyono, selaku unit wisata petik apel Makmur Abadi, perkebunan apel di Desa Tulungrejo berada di ketinggian 1.500 hingga 1.600 meter dari permukaan laut (mdpl), memiliki lahan seluas 80 hektar. “Lahan seluas itu yang dijadikan tempat wisata petik apel berada di Dusun Gondang, Gerdu, dan Juru,” ujar pria berusia 34 tahun itu.
Apel di perkebunan yang ada di Desa Tulungrejo memiliki empat varietas.
Yakni Manalagi, Romebeauty, Anna dan Wanglin. Semuanya memiliki ciri khusus. Apel romebeauty berwarna hijau dengan semburat merah, rasanya memang lebih masam dibandingkan dengan apel jenis yang lainnya. Apel manalagi berwarna hijau kekuningan dan rasanya manis. Apel Anna berwarna kuning dengan semburat merah, rasanya segar karena kandungan airnya lebih banyak. Sedangkan Wanglin kulitnya rata berwarna merah.
Karena keindahan dan konsep wisata yang ditawarkan tak salah bila beberapa tahun setelah dibuka, dengan serba keterbatasan perkebunan apel di Tulungrejo mampu menarik perhatian wisatawan datang ke sini.
“Karena itu pula, Kota Batu dikenal dengan sebutan Kota Apel. Wisatawan dapat menikmati tawaran konsep wisata petik apel, lengkap dengan hawa segar karena daerah kita berada di tiga pegunungan. Yakni Gunung Panderman, Gunung Banyak dan Gunung Arjuno,” jelas Wiwid Hariyanto, salah seorang pemandu dari Pusat Informasi Pariwisata Kota Batu.
Apel hasil kebun juga untuk dipasarkan ke daerah-daerah. Pemasarannya hanya sebatas pangsa pasar lokal, baik di Jawa maupun Bali. Selain dijual dalam bentuk buah juga diolah kembali dalam bentuk berbagai rupa. Seperti minuman sari apel, keripik, sambal, dan masih banyak lainnya.
Responsible Tourism
Gunung Arjuna sendiri memiliki ketinggian 3.339 mdpl dengan luas hutan 78 ribu hektar. Terdiri 25 ribu hektar luas hutan masuk kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo, dan 53 ribu hektar luas hutan masuk kawasan Perhutani. Melihat hasil konservasi dan peninggalan situs purbakala yang ada, Kaliandra bersama masyarakat setempat bergiat mengembangkannya sebagai tempat tujuan wisata yang bertanggung jawab (Responsible Tourism).
“Harapannya dari gagasan itu, dapat dikembalikan menjadi basis tumpuan perekonomian masyarakat. Karenanya masyarakat yang terlibat dituntut pro aktif dalam menyambut setiap tamu yang datang. Mulai dari penyediaan home stay, suguhan budaya, hingga pendampingan dalam pendakian,” jelas Sapto Siswoyo, Asisten Pengembangan Masyarakat di Kaliandra.
Untuk mewujudkan mimpi itu, maka terbentuklah MATA (Mount Arjuna Tourism Area). Dalam waktu dekat MATA akan hadir, dengan beberapa tawaran tentang info produk wisata dan kegiatan konservasi yang dilakukan oleh warga lokal, untuk mendorong pengembangan wisata tahan lama di kawasan Arjuna. Bentuknya berupa tracking budaya, hiking puncak Arjuna, paket bersepeda, pengamatan satwa, kegiatan wisata bersama warga sekitar, dan masih banyak lainnya yang ditawarkan.
Dalam perjalanannya MATA berharap adanya beberapa pihak yang terketuk untuk membantu keberlangsungan gagasan ini. Pada tahap awal, Kaliandra menggandeng IUCN (International Union for Conservation of Nature) The Netherlands untuk mengembangkan wisata yang bertanggung jawab di kawasan Arjuna. Dukungan dari pemerintah terkait baik dari kabupaten, kota, maupun propinsi juga masih sangat diharapkan. Misalnya, dengan menerbitkan peraturan daerah tentang pariwisata yang berpihak pada masyarakat setempat. Serta pemerintah diharapkan dapat menjalin komunikasi dengan baik, karena kawasan Arjuna secara administratif, wilayahnya juga melintasi tiga kabupaten (Pasuruan, Malang, Mojokerto) dan satu kota administratif (Batu).
“Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memfasilitasi pembentukan lembaga pengelola kawasan Destination Management Organisation (DMO),” imbuh pria yang akrab disapa Siswoyo ini. DMO ini terdiri dari empat stake holder, meliputi masyarakat, pemerintah, pihak swasta, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Yang nantinya lembaga ini dapat secara terpadu untuk memastikan kontribusi dari hasil wisata bagi konservasi kawasan Arjuna, serta peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat lokal.
m. ridloi | foto : dok. kaliandra
Segala hal terkait informasi dan kunjungan ke MATA (Mount Arjuna Tourism Area), silahkan datang atau hubungi Kaliandra. Alamat Dusun Gamoh, Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Propinsi Jawa Timur. Telp: 085549500001.