Close Menu
eastjavatraveler.comeastjavatraveler.com
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    eastjavatraveler.comeastjavatraveler.com
    Indonesia Keren!
    • Beranda
    • Travel
    • Cinderamata
    • Kuliner
    • Hotel dan Resto
    • Seni Budaya
    • Gaya Hidup
    • Profil
    • News
    eastjavatraveler.comeastjavatraveler.com
    Home»Seni Budaya»Menikmati Festival Lembah Ijen di Gandrung Terakota
    Seni Budaya

    Menikmati Festival Lembah Ijen di Gandrung Terakota

    Abdul RahmanBy Abdul Rahman22 April 2019
    Facebook Twitter LinkedIn Email WhatsApp

    Festival Lembah Ijen 2019 kembali digelar di Taman Gandrung Terakota, kawasan Jiwa Jawa Resort, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Sabtu (20/4/2019) lalu. Gelaran bergengsi ini diwarnai pertunjukan Sendratari Meras Gandrung, jam session Bintang Indrianto & Denny Chasmala, serta Slametan Pecel Pitik dan Kebo-keboan.

    Sendratari yang rencananya akan digelar setiap bulan di sepanjang tahun ini, berkisah tentang prosesi penari menjadi seorang gandrung profesional. Yang tidak hanya menari tetapi juga piawai menjadi sinden.

    Taman Terakota, lokasi event, berdiri di atas hamparan sawah produktif seluas tiga hektar di lereng Gunung Ijen. Di tempat ini berdiri ratusan patung gandrung dari gerabah (terakota) yang diletakkan di sawah, tanpa mengubah fungsi sawah.

    Di kawasan ini pula terdapat amphiteater dan sebuah panggung dari bambu yang menjadi pentas bagi penari.

    Mengambil latar belakang jaman kolonial Belanda, atraksi ini berlangsung menarik. Dimainkan seniman asli Banyuwangi dari berbagai usia, mulai 7 hingga 60 tahun lebih ini, pertunjukan sendratari berhasil memikat penonton yang hadir.

    Sigit Pramono, penggagas festival dan pemilik Jiwa Jawa Resort menjelaskan, event ini akan menjadi sebuah daya tarik baru pariwisata dan juga mencanangkan kawasan lembah Ijen sebagai kawasan pelestarian seni budaya Banyuwangi.

    “Sekaligus mendukung kawasan ini menjadi sebuah situs geopark yang serasi antara alam dan manusia yang tinggal dan hidup di dalamnya,” kata Sigit.

    Menurut Sigit, pementasan sendratari diagendakan lebih sering mulai dari sebulan sekali bisa menjadi seminggu sekali. Pertunjukan berikutnya digelar 18 Mei, 15 Juni, 20 Juli, 17 Agustus, 14 September, 12 Oktober, 16 November dan 14 Desember 2019.

    “Animo masyarakat yang datang Gandrung Terakota dan menyaksikan sendratari mulai tumbuh, meski sendratari ini berbayar. Sejak Oktober 2018, sudah ada 10 ribu orang yang bertandang kemari,” jelas Sigit.

    Bagi Sigit, ini sangat bagus bagi perkembangan kesenian daerah, yang menunjukkan masyarakat mulai menghargai seni daerah. Dampaknya juga akan kembali kepada pelaku seni.

    “Seni tidak hanya sekedar untuk ditampilkan, namun seni juga harus menghidupi pelakunya. Dan di Banyuwangi ini sudah mulai berkembang,” kata Sigit.

    Selain itu, rangkaian event lain dalam festival ini adalah klinik jazz yang menghadirkan musisi jazz nasional Bintang Indrianto. Bertajuk Road To Jazz Gunung Ijen, setiap bulan Bintang akan melatih pelajar SMA sekaligus mencari musisi jazz muda berbakat dari Banyuwangi.

    Berbicara tentang Gandrung Terakota, Sigit menjelaskan, tempat ini konsepnya dengan pendekatan pembangunan kawasan. Situs Gandrung Terakota ini dibangun sebagai upaya merawat dan meruwat, salah satu identitas Banyuwangi, yakni Tari Gandrung.

    “Jenis tarian ini mengalami pasang surut kehidupan yang dinamis. Bermula sebagai tari persembahan dari masyarakat agraris kepada Dewi Sri, yang juga dikenal sebagai Dewi Kesuburan atau Dewi Padi, menjadi tarian pergaulan, dan kemudian menjadi salah satu ikon kesenian Banyuwangi,” jelasnya.

    Dia melanjutkan, seusai panen, masyarakat petani terbiasa bersukacita menari, menyanyi, dan lainnya) sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen. Bertolak dari kisah semacam itu, di kawasan persawahan ini dibangun situs Taman Gandrung Terakota (Terracotta Dancers) berupa ratusan patung terakota berwujud penari Gandrung, yang tersebar di sekitar persawahan.

    Mengkreasi karya terakota berbentuk penari Gandrung, merupakan upaya merawat bumi. Suatu monumen kehidupan yang organik, yang memiliki narasi penting bagi masyarakat sekitarnya, ikon daerah, sekaligus berpotensi menginspirasi bagi banyak orang.

    “Jika monumen yang sifatnya gigantik menjulang ke langit sudah dibangun di banyak tempat dan dianggap sebagai kelaziman, di situs ini justru kebalikannya. Di sini monumen ratusan patung tembikar itu lebih membumi,” tuturnya.

    Seperti halnya praktek kebudayaan, berkarya terakota tidak bertujuan untuk menciptakan bentuk yang abadi atau kekal, karena memang bersifat ringkih, mudah retak, patah, atau bahkan hancur.

    “Justru itulah makna dan nilai yang ditawarkan, kesenian dan ketidakabadian. Karena, yang abadi adalah proses, makna, dan nilai-nilai yang melekat di dalamnya. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa yang abadi adalah “siklus kehidupan”, terus-menerus berada dalam proses,” tuturnya.

    Pembangunan kawasan ini sepenuhnya dalam kesadaran semacam itu, yakni membangun kawasan dan situs yang membawa manfaat, baik secara ekonomi, maupun dalam aspek budaya.

    Hamparan sawah di sekitar situs, tetap dibiarkan berfungsi sebagai sawah, yang digarap oleh petani yang sama, masih dibajak dengan kerbau, dan masih ditanami padi. Hamparan sawah dan pepohonan di sekitarnya tetap dimuliakan dengan panggung kesenian, amfiteater, pertunjukan jazz, dan karya terakota penari Gandrung.

    Di halaman depan pendopo, ada sebuah karya patung kerbau yang dipresentasikan secara urutan, dari sosok kerbau yang utuh, hingga bentuk sebagian badan kerbau yang terbenam dalam pangkuan bumi.

    “Karya ini dimaksudkan sebagai refleksi kritis terhadap perubahan zaman, owahing jaman, kemajuan yang menggusur tradisi dan kearifan lokal,” jelas pria yang juga fotografer profesional ini.

    Di sudut kanan amfiteater, ada sebuah instalasi seni Dewi Sri yang menitis menjadi penari Gandrung. Sebuah simbol siklus yang terbalik dari Gandrung memuja sang dewi yang immortal menjadi sang dewi yang memuliakan manusia dengan menitis ke raga manusia yang mortal.

    “Inilah Taman Gandrung Terakota, sebuah “situs rawat ruwat” seni budaya, dalam suatu kawasan Jiwa Jawa Ijen,” pungkasnya. (sumber : kemenpar)

    banyuwangi east java traveler eastjavatraveler featured festival lembah ijen wisata jatim
    Share. Facebook Twitter LinkedIn Email WhatsApp

    Info Lainnya

    Inovasi Kedai Kopi Digital UB Angkat Daya Saing Desa Wisata Kopi Banyuwangi

    3 May 2025

    Hari Kartini, Aston Madiun dan KKI Gelar Nguri-Uri Budhoyo Usung Pesona Pengantin Adat Yogyakarta

    29 April 2025

    Mojotirto Festival 2025, Momentum Refleksi dan Pelestarian Air di Mojokerto

    23 March 2025
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    INFO TERBARU

    Surabaya Tampilkan Pesona Laser Air Mancur di Malam Keakraban Munas VII APEKSI

    9 May 2025

    Inovasi Kedai Kopi Digital UB Angkat Daya Saing Desa Wisata Kopi Banyuwangi

    3 May 2025

    Hari Kartini, Aston Madiun dan KKI Gelar Nguri-Uri Budhoyo Usung Pesona Pengantin Adat Yogyakarta

    29 April 2025

    ARTOTEL TS Suites Surabaya Jadi Pilihan Favorit Staycation Saat Lebaran 2025

    7 April 2025

    72.500 Wisatawan Kunjungi KBS Saat Libur Lebaran, Target 100 Ribu Pengunjung

    6 April 2025

    Mojotirto Festival 2025, Momentum Refleksi dan Pelestarian Air di Mojokerto

    23 March 2025

    ARTOTEL TS Suites Surabaya Gelar Earth Hour 2025, Matikan Lampu Satu Jam untuk Bumi

    22 March 2025

    Sambut Ramadan, Pemkot Surabaya Hiasi Kota dengan Ornamen Bernuansa Timur Tengah

    3 March 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Tentang Kami
    • Iklan
    • Komunitas
    • Video
    • Surabaya
    • Indonesia
    • Kontak
    • Arsip
    © 2025 eastjavatraveler.com | stunning east java

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.