Kota Surabaya termasuk gudangnya bangunan-bangunan tua dan kental akan sejarah. Setiap jejak kaki melangkah di kota ini seakan membawa kita larut dalam memori masa lalu, salah satunya dengan melihat bangunan bergaya kolonial yang masih tersisa.
Seperti pemandangan masa lalu yang terlihat masih gagah berdiri di Jalan Kepanjen 4-6 Surabaya. Bangunan yang ditetapkan Pemerintah Kota Surabaya sebagai aset cagar budaya ini tak lain adalah Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria, atau biasa dikenal dengan Gereja Kepanjen.
Bangunannya unik bergaya neo gothik dengan gaya arsitektur khas Belanda. Tak salah bila, keunikan gaya bangunan gereja ini kerap menjadi jujukan wisatawan saat datang ke Kota Pahlawan. Bahkan pasangan muda-mudi yang sedang melangsungkan acara pernikahan sering terlihat di gereja tua ini. Di acara Valentine Day pasangan yang sedang berkisah kasih juga tidak jarang merayakannya di sini.
Detak sejarah gereja yang terletak di Jalan Kepanjen 6 ini bermula dari kedatangan dua pastor asal Belanda yaitu Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding pada 12 Juli 1810. Romo Wedding kemudian ditugaskan ke Batavia, sedangkan Romo Waanders tetap di Surabaya. Pastor Wannders kemudian mendirikan rumah sekaligus kapel (gereja kecil) di Jalan Gatotan. Pada 10 Maret 1811 kali pertama Romo Waanders membaptis orang di Surabaya.
Meski belum ada bangunan gereja, pada 1815 Romo Waanders sudah mendirikan stasi (wilayah administratif dalam gereja Katolik, biasa disebut paroki). Itulah awal perubahan Stasi Surabaya menjadi Paroki Kepanjen hingga saat ini.
Waanders baru mendirikan gedung gereja sekitar 1822. Gedung gereja pertama tersebut terletak di tikungan Roomsche Kerkstraat dan Komedieplein (sekarang kira-kira jadi Jalan Cendrawasih dan Jalan Merak). Gereja tersebut diberi nama Gereja Maria Geboorte atau Kelahiran Maria.
Pada 1827 Pastor Waanders meninggal dunia. Sepeninggalnya, Gereja Maria Geboorte tetap dikunjungi banyak umat. Tetapi, lamakelamaan ruangnya tidak mampu menampung jemaat dan bangunan gereja rusak karena termakan usia.
Melihat keadaan tersebut, C.W.J. Wenneker, salah seorang pastor, berinisiatif membuat gereja yang lebih besar. Paroki kemudian membeli sebidang tanah yang bagus di Tempelstraat dari pemerintah seharga f. 8.815,- Dipimpin oleh Pastor Van Santen SJ, umat mengumpulkan dana lewat lotere, edaran, sumbangan, pinjaman kredit dan permohonan kepada pemerintah.
Peletakan batu pertama baru dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1899 oleh Pastor Van Santen SJ. Konsep bangunan dikerjakan oleh seorang arsitek Semarang bernama W. Westmaas. Gereja itu dibangun dengan gaya Neo Gothic, yaitu gaya arsitektur Eropa dengan ciri khas ruang berbentuk busur. Kolom dan kuda-kudanya menjadi satu. Atapatapnya membentuk kubah disertai pilar-pilar tinggi. Batu bata yang menempel di tembok disusun telanjang tanpa lapisan semen. Jika dilihat dari atas, bangunan tersebut berbentuk salib.
Tepat 5 Agustus 1900, gereja itu resmi berdiri dan diberkati oleh Mgr Edmundus Sybrandus Luypen SJ. Gereja tersebut diberi nama Onze Lieve Vrouw Geboorte Kerk. Namun pada 1945, kemegahan gereja itu hancur karena terbakar. Penyebab kebakaran tak diketahui pasti. Atap gereja hancur. Keindahan ukiran-ukiran kaca yang pernah menghiasi dinding gereja tidak ada lagi.
Pada 1950 gereja itu direnovasi secara besarbesaran oleh Romo Bastiansen. Struktur bangunan dibiarkan tak berubah, hanya saja kaca-kacanya polos, tidak lagi berukir. Bangku-bangku yang digunakan untuk beribadah, yang semula berukir pun, dibuat polos. Di tahun 1950 itu pula, nama Onze Lieve Vrouw Geboorte Kerk berganti menjadi Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria. Beberapa ornamen dan desain kaca lubang pencahayaan berubah. Menara kecil di bagian depan ditiadakan. Bentuk menara sekarang merupakan hasil renovasi pada 1996.
naskah : m.ridloi | foto : farid rusly