Jejeran karya fotografi menempel di dinding ruang pameran Pusat Kebudayaan Perancis, CCCL, Jl. Darmokali no.10, Surabaya. Sekilas tidak ada yang membedakannya dari pameran fotografi pada umumnya. Tapi jika diperhatikan lebih seksama, anda akan mendapati semua karya hitam-putih itu distorsi dan pada beberapa karya, muncul bayangan hitam pada bingkainya.
Eits, jangan terkagum dulu, ada yang lebih unik lagi. Hasil khas diatas menjadi wajar karena semua foto tersebut bukan didapat lewat jepretan kamera modern seperti yang biasa kita pakai. Karya-karya ini diambil menggunakan device bersejarah yang merupakan asal usul kamera modern yaitu kamera lubang jarum, ini merupakan kejutan utamanya.
Yang disebut kamera lubang jarum ini sendiri “hanyalah” alat sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dan selotip. Prinsip kerjanya sama dengan kamera modern, yaitu memantulkan gambar ke kertas khusus di dalam kaleng. Hanya saja, karena menggunakan alat sederhana, kamera ini sangat rentan. Perlu timming yang pas dan cahaya yang kuat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Tetapi kerumitan inilah yang justru menjadi daya tarik utamanya. Didik “Jefri” Hermanto, koordinator Komunitas Kamera Lubang Jarum Indonesia (KLJI) Malang yang punya hajatan mengaku awal ketertarikannya pada hobby ini adalah proses menjepret yang membutuhkan kesabaran tinggi itu. “Kamera ini membutuhkan sangat banyak cahaya, terutama dari matahari. Proses merekam gambarnya pun butuh waktu minimal 30 detik dan tidak boleh goyang sama sekali. Untuk mendapatkan satu foto saja mungkin harus mencoba berkali-kali. Tetapi justru disitulah tantangannya,” terangnya.
Abadikan Candi
Ray Bahtiar, pelopor dan pendiri KLJI yang turut hadir dalam pameran mengungkapkan, pameran yang akan dibuka mulai 8 sampai 17 April ini adalah yang ketiga kalinya bagi KLJI Malang di kota Surabaya. “Ini ketiga kalinya komunitas Malang mengadakan pameran di Surabaya. Kami juga berterima kasih kepada CCCL karena pada pameran kedua dan ketiga ini, CCCL yang menjadi tuan rumahnya,” katanya.
Ray yang mulai memperkenalkan kamera lubang jarum pada tahun 2002 ini juga menyampaikan apresiasi kepada KLJI Malang yang memilih candi sebagai objek fotonya. “KLJI memang sedang memberatkan fokus pada sejarah. Dengan mengabadikan objek bersejarah, anak-anak (KLJI) mau tidak mau harus berinteraksi dengan warga sekitar. Melalui itu mereka ikut mengerti sejarah lokasi, potensi yang ada dan lebih mengenal lokasi tersebut,” terangnya. Proses memahami sejarah ini sesuai dengan intisari penggunaan kamera lubang jarum sendiri yang juga adalah benda bersejarah.
Total ada enam candi yang sasaran jepretan kelompok KLJI pertama di Indonesia ini, antara lain candi Jago, Kidal, Sumber Awan, Jawi , Singosari, dan Badut. Ke-12 peserta pameran ini berhasil mengabadikan 65 karya yang semuanya diabadikan di CCCL. Pesan dari pameran ini jelas, hargailah sejarah.
naskah dan foto : ari rumihin