Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur, seakan tak pernah lepas dari Ingatan kita. Selain Panorama Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa serta keindahan Pantai Watu Gedheg di pesisir selatan Pulau Jawa yang memanjakan mata, hasil perkebunannya juga menjadi daya tarik jika kita berkunjung di Kabupaten yang berada di sekitar lereng Gunung Semeru ini.
Dengan menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam dari Surabaya mengunakan mobil, mata kita akan dimanjakan dengan hamparan perkebunan pisang di sepanjang jalan menuju pintu masuk Kota Lumajang. Lalu, sebuah monumen Patung berbentuk seorang petani membawa cangkul dan buah pisang setinggi 4 meter terpampang di pintu masuk Kota Lumajang. Monumen tersebut dibuat agar orang – orang mengetahui bahwa Kabupaten Lumajang merupakan Kota Pisang. Salah satu jenis pisang yang terkenal asli dari Lumajang adalah Pisang Agung.
Selain buah Pisang yang menjadi ikon Kota Lumajang, ada salah satu hasil perkebunan lainnya yang tak kalah menarik, yakni Gula Aren. Gula Aren yang berasal dari Nira pohon Aren tersebut adalah gula khas Indonesia yang biasanya juga disebut dengan Gula Jawa. Rasanya yang khas dan konon khasiatnya yang dapat menyembuhkan penyakit Darah tinggi itu, membuat Gula yang bentuknya mirip seperti mangkok dan berwarna merah kecokelatan diburu dan dikonsumsi orang.
Dari Kota Lumajang sekitar 20 kilometer menuju arah Selatan, tepatnya di desa Kalibendo, Kecamatan Pasirian, Lumajang. Suasana hening perkebunan dan hangatnya sambutan warga desa sekitar, seolah membuat kita pulang ke kampung halaman sendiri. Warganya yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani ternyata mempunyai kesibukan yang unik tiap harinya, yakni memanjat Pohon Aren. Para penyadap Nira tersebut bisa 15 sampai 20 kali memanjat pohon Aren yang tingginya mencapai 10 meter tiap harinya. Dengan berbekal pisau dan jerigen yang diikatkan ke pinggang, mereka memanjat tanpa memakai alat pengaman keselamatan, hanya keahlian dan nyali yang mereka andalkan.
Penduduk setempat mengambil getah Nira pohon Aren untuk diolah menjadi gula. Hampir 50 persen warga Desa Kalibendo membuat Gula Aren rumahan, sehingga desa tersebut menjadi Sentra Industri kecil Gula Aren di Kecamatan Pasirian. Seperti Tumi’ah (36), hampir 10 tahun ia bersama suaminya membuat Gula Aren di rumah. “Tiap harinya, saya bersama suami dapat membuat 20 hingga 30 kilogram gula Aren. Namun, jika cuaca sedang buruk dan turun hujan, produksi gula aren sedikit terhambat, karena getahnya tidak keluar atau mungkin basi saat proses penyadapan,” tuturnya.
Pembuatan Gula Aren tergolong mudah, yang pertama, getah Nira Aren harus disadap untuk bahan dasar membuat Gula Aren. Selanjutnya, Getah tersebut di didihkan selama kurang lebih 4 jam. Nira Aren yang telah mendidih tersebut harus diaduk selagi panas hingga mengeras dan berwarna merah kecokelatan. kemudian adonan Gula tersebut dicetak dalam mangkok atau dakon (untuk ukuran yang lebih kecil). Per kilogram Gula Aren buatan warga Kalibendo biasanya dihargai Rp 6.500, itu bila mereka menyetorkan Gulanya kepada pengepul atau juragan. lalu, dipasarkan ke beberapa wilayah Jawa Timur, di antaranya Pasuruan, Surabaya dan Malang.
Menurut beberapa orang yang mengkonsumsi gula buatan Daerah Pasirian rasanya sedikit lebih gurih, dibandingkan dengan Gula aren produksi Kota Blitar. Namun, silahkan Anda merasakannya sendiri bila penasaran, atau langsung datang ke Pasirian, Lumajang.
naskah dan foto: frannoto
3 Comments
mas, kok gambarnya pohon klapa…jangan2 yang pean maksud gula klapa. mohon izin copy, besok saya cek …saya lewat pasirian
bapak’e salah orak yak…….sing di penek koyok’e wite klopo pakde ….dudu wite aren…..
Terima kasih koreksinya…