Bongkahan kayu jati dikreasi menjadi sebuah buah tangan yang sangat berharga. Barang yang punya estetika keindahan dan tak canggung dibawa pulang.
Ketika kita melintas di jalan raya Ngawi – Solo, tepatnya di kilometer 16 Banjar Rejo, Kabupaten Ngawi. Terdapat sebuah showroom yang bernama Galeri Jati Asih di tempat itu Anda akan tergoda dengan beraneka pahatan serta ukiran kayu jati yang ditawarkan.
Berhenti dan sejenak memandangi satu persatu hasil kerajinan tangan para pengukir dengan beraneka bentuk. Mulai dari berupa gelas, asbak, miniatur kapal, almari, kursi santai, kursi sudut dan masih banyak lagi lainnya.
Karena ditempat yang memiliki luas kurang lebih 5 meter itu, pengunjung dari arah kota Solo maupun Surabaya bisa bertransaksi sepuasnya. Dan akan menemukan beberapa buah tangan yang cukup apik siap dibawa pulang.
Sebenarnya tak hanya buah tangan saja yang dapat dibeli di sini, namun kami juga menjual beberapa perlengkapan perabot rumah tangga, seperti meja dari akar kayu jati yang berharga Rp 4 juta, kursi sudut seharga Rp 3,5 juta, kursi santai yang dipasok sekitar 250 ribu sampai 600 ribu rupiah, serta almari seharga 1,5 juta pun ada.
”Barang-barang itu dapat diperoleh dan masih banyak lagi karena tergantung pembeli dan pemesanan saja,” jelas Warsito salah satu penerus usaha galeri jati asih yang berdiri sejak tahun 2005.
Beragam hasil olahan kayu jati tersebut dibuat para perajin setempat yang rata rata diambil dari sekitar kota Ngawi dan randu blatung. Sebelum dibentuk bongkahan kayu itu terlebih dulu dipisahkan dari akar dan rantingnya. Untuk kemudian diolah dengan cara diukir atau dipahat sesuai bentuk yang diharapkan.
”Kulakanipun kadang nggih saking Jepara,” ujar pria berusia 47 tahun itu pada EastJava Traveler dengan logat Jawa.
Meski diakui hasil kayu jati di Ngawi sudah berkurang, namun hal tersebut tidak mempengaruhi pedagang untuk tetap berjualan dan yang pasti mempengaruhi harga jualnya. ”Karena kami kadang sulit untuk menunggu pohon jati tumbuh, hampir 12 sampai 13 tahun, selain itu pengolahannya juga cukup rumit, jadi harga jual dari kami juga cukup tinggi,” imbuh Asih salah satu pegawai di galeri itu.
Sedangkan untuk pemasarannya selain bertumpu dari pengunjung yang kebetulan melintas di jalan raya tersebut, usaha ini juga dikembangkan hingga ke beberapa wilayah di luar Kota Ngawi. Seperti Sumatera, Jakarta, dan Bogor. Model ukiran atau pahatan yang ditawarkan di usaha ini terbagi menjadi dua.
“Di sini saya menyediakan dua model, primitif dan natural, namun biasanya itu pesanan dari luar negeri yakni Korea,” urai Warsito lagi.
Penghasilan mereka dalam kurun waktu 3 bulan dapat mencapai Rp 5 juta. ”Iya kadang nggak mesti, kadang kalau lebaran saja setengah bulan kami cuma dapat Rp 1 juta,” pungkasnya. Keberadaan galeri ini hanya beberapa bagian yang ada di Kota Ngawi. Sejak di bawah binaan Perhutani setempat pada Awal tahun 2005 hingga saat ini kawasan itu nampak sudah tertata rapi.
naskah dan foto : dhimas prasaja