Siapa bilang ayam tak bisa terbang jauh. Lihat saja di Situbondo. Ayam malah terbang di atas lautan. Meluncur dari tangan empunya yang berdiri di sebuah perahu, lalu bergerak lincah menuju pantai.
Pagi itu bebatuan karang yang ada di tepi Pantai Pasir Putih Situbondo masih nampak jelas. Sementara di sisi lain beberapa orang terlihat mulai berdatangan di pinggiran pantai. Anehnya mereka datang sambil membawa sangkar yang ditutup kain sarung.
“Apa yang Anda bawa di dalam sangkar itu pak?” tanya Sulaiman, salah seorang pengunjung, pada pria paruh baya yang membawa sangkar. Lantas pria paruh baya yang diketahui bernama M. Arifin itu menjawab, di dalam ini adalah seekor ayam yang akan diperlombakan nanti siang.
M. Arifin, satu dari puluhan orang, yang akan mengikuti perlombaan ayam sap-sap di Pantai Pasir Putih Situbondo. Dia sengaja datang mulai pagi bersama peserta lain guna lebih siap dalam lomba nanti. Bahkan seiring jarum jam orang yang membawa sangkar berisi ayam semakin banyak.
“Hari ini adalah final, sedangkan kemarin babak penyisihan yang diikuti 200-an ayam, dan kini cuma 15 ekor ayam yang masuk ke babak final,” imbuh Arifin.
Untuk peserta ayam sap-sap datangnya tak hanya dari dalam Kota Situbondo sendiri. Seperti Surabaya, Lumajang, Bondowoso, Jember, Pasuruan, dan Malang.
Ayam sap-sap adalah sebuah lomba tradisional yang dimiliki masyarakat pesisir di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Berbeda dengan perlombaan yang melibatkan ayam yang banyak ditemui di berbagai tempat di Indonesia, ayam sap-sap memiliki keunikan. Yakni meminta sang ayam untuk terbang sejauh mungkin dari perahu yang ada di laut pantai, menuju ke daratan. Inipun sesuai dengan makna dari ayam sap-sap, yang diambil dari bahasa Madura yang berarti ayam terbang.
Seperti penuturan M. Arifin pada EastJava Traveler, lomba ayam sap-sap merupakan sebuah pertunjukan yang melepaskan seekor ayam, untuk bisa terbang sejauh mungkin di atas laut pantai, menuju ke daratan. “Semakin jauh ayam itu terbang, maka dia adalah pemenangnya,” katanya.
Lomba ayam sap-sap bentuknya cukup unik. Ayam-ayam peserta dibawa oleh para joki ke tengah laut dengan menggunakan perahu panitia. Di laut pantai yang berjarak 200 meter dari daratan, sudah menunggu perahu tradisional yang disediakan panitia untuk digunakan sebagai titik start perlombaan. Dari perahu tradisional inilah lima ekor ayam dilepas beradu cepat terbang sampai di daratan.
Banyak Pendapat
Lantas dari mana asal mula sejarah ayam sap-sap di kabupaten yang berada sekitar, 180 km arah timur dari Surabaya ini. Tidak jelas, siapa yang pertama kali memperkenalkan lomba ayam sap-sap di Kabupaten Situbondo. M. Ro’uf, Ketua Pasir Putih Daving Club mengakui, sulit untuk menjelaskan kepastian bermulanya ayam sap-sap di kota kita. Karena banyak perspektif dan argumen yang berbeda-beda, atau bisa dibilang tradisi ini tiba-tiba ada begitu saja.
Ada yang bilang, lomba ini terilhami dari perlombaan serupa yang pernah digelar masyarakat Pulau Kangean, Sumenep, Madura. Ada juga yang mengatakan, ide dasar lomba ini berasal dari budaya tradisi sedekah bumi (memberi sedekah kepada bumi). Sedekah hasil bumi, seperti makanan, tumbuhan dan ternak yang dilakukan di tengah laut itu tiba-tiba saja memunculkan ide untuk menggelar ayam sap-sap.
Sedangkan di Kabupaten Situbondo sendiri ayam sap-sap, biasa dikemas dalam bentuk perlombaan yang digelar pada momen tertentu. Seperti untuk peringatan hari besar keagamaan dan nasional misalnya Hari Kemerdekaan Indonesia, setiap 17 Agustus. Tak pelak, ayam sap-sap menjadi kemasan budaya yang berupa hiburan rakyat yang kini paling dinanti.
Persiapan Ekstra
Jauh-jauh hari sebelum digelar perlombaan ayam sap-sap. Berbagai bentuk persiapan telah dilakukan beberapa peserta. Mulai dari pemilihan ayam yang tepat, perlakuan perawatan secara khusus, latihan, pemeriksaan kesehatan, dan masih banyak lainnya.
Ahmad Junaedi, pemilik ayam sap-sap yang bernama Kancil mengatakan, ada banyak trik atau cara untuk memilih ayam yang bisa terbang jauh, juga berkualitas. Salah satunya adalah mengetahui spesifikasi fisik sang ayam.
Ayam yang dilombakan haruslah ayam betina dan berumur 1 tahun dengan kondisi fisik tidak terlalu besar. Bulu-bulunya harus yang rapat, halus dan bersih. Sayap ayam panjang menjuntai. Plus ekor yang panjang. Bila sudah ditemukan ayam yang dianggap pas, perlu dilatih untuk terbang.
“Latihan terbang inilah bagian tersulit, karena kita harus sabar untuk mengulang berkali-kali, ke tepi dan ke tengah lautan,” ujar Ahmad Junaedi.
Untuk intensitas sesi latihan ini bisa dibilang cukup sering. Mulai dari seminggu sekali hingga hampir setiap hari, bila menjelang perlombaan. Ayam sap-sap dibawa ke laut pantai lalu dilemparkan ke udara, dan terbang melintasi lautan menuju daratan. Awalnya, jarak terbang hanya beberapa meter dari daratan. Semakin lama, semakin jauh. Hingga maksimal, ayam bisa terbang lebih dari jarak 200 meter, bahkan lebih.
Sedangkan untuk konsumsi makanan yang diberikan pada sang ayam, diberikan beras jagung yang digoreng dengan pola takaran yang tidak berlebihan. Karena porsi ini untuk mencegah agar sang ayam tidak terlalu gemuk. Tidak berhenti sampai situ saja. Beberapa pemilik ayam sap-sap mengaku bila sesekali ayam miliknya diberi suplemen atau minuman berenergi. “Ini dibuat penambah stamina ayam saya agar mampu terbang jauh, terutama saat menjelang lomba dimulai,” kata Junaedi lagi.
Di samping itu ayam yang menjadi jagoan sang pemiliknya, juga perlu dimanja. Seperti yang dilakukan Rinto pada Lorek ayam miliknya. Tangannya seolah tak berhenti mengusap dan memijat sekujur tubuh Lorek. Mulai kepala hingga ujung ekor. Dan sesekali, jemarinya memijat bagian bawah sayap ayam berwarna coklat muda itu. Lalu merentangkan sayapnya, ditambah sesekali menciumi sang ayam kesayangan.
“Minggu ini, Rinto akan bertanding di final ayam sap-sap. Diakui atau tidak, inilah bagian pertaruhan gengsi saya pada ayam ini,” ucap Rinto pada EastJava Traveler menjelang perlombaan.
Gong akan dimulainya perlombaan dalam hitungan menit segera dimulai. Kehebatan ayam sap-sap masih saja diuji. Seluruh ayam peserta terlebih dahulu diperiksa oleh tim dokter hewan yang disiapkan panitia. Ayam akan dicek, apakah dalam kondisi sehat, tidak sakit, apalagi memiliki virus flu burung.
Menurut Djoko Sutrisno, salah satu dokter pemeriksa kondisi ayam sap-sap, Pemeriksaan ini dilakukan karena untuk menghindari bahaya ayam yang terjangkit penyakit, atau untuk mengetahui ayam siapa yang tidak dalam kondisi fit. “Bagi yang dinyatakan tidak layak dari segi kesehatan, maka tidak diperkenankan melanjutkan perlombaan,” tambahnya.
Proses seleksi kondisi kesehatan terlewatkan. Wajah beberapa peserta mulai terlihat tegang, sedangkan di belakang mereka gemuruh penonton mulai mewarnai tepian pantai. Aba-aba panitia mulai terdengar meminta peserta sesuai dengan nomor urut, untuk segera beranjak menuju perahu yang akan membawa mereka ke tepi lautan.
Satu kloter start terdiri dari lima peserta. Dan, pemenang yang satu bertemu dengan pemenang lainnya. Hingga muncul satu sang juara ayam sap-sap. Ayam yang biasanya jarang terbang jarak jauh, kali ini melayang bak seekor burung. Mengepakkan sayapnya dan melintas di atas laut pantai. Kebanyakan ayam bisa dengan selamat mendarat sampai didaratan. Beberapa ayam-ayam itu ada yang tercebur di air. Lalu ayam sap-sap lanjut untuk kembali terbang, dan terus terbang.
naskah : m.ridlo’i | foto : wt atmojo