Geliat penyedia Lampion itu dapat dilihat saat Anda berkunjung ke ITC Mega Grosir Surabaya. Di sebuah stan yang bernama Kampung Lampion, terdapat bermacam-macam bentuk lampion. Menarik dari segi bentuk dan motifnya pun juga beragam.
Bentuknya ada yang bulat, oval, kotak zigzag, dan beberapa bentuk lainnya. Warnanya pun bermacam-macam seperti berwarna putih, hijau, kuning dan merah. Biasanya terdapat motif lukisan bambu serta tulisan mandarin yang berlafal Gong Xi Fat Choi. Ya, itulah lampion salah satu dari ciri khas pernak-pernik mengisi perayaan Tahun Baru Imlek.
kali ini EastJava Traveler menemui sebuah stan. Stan pameran itu tak lain adalah Kampung Lampion. Cukup unik jika dilihat dari namanya. Ini terbukti dari beberapa pengunjung ITC Mega Grosir yang berkunjung lebih melirik dan singgah terlebih dahulu di stan milik Ahmad Mirza ini.
Jika dibandingkan dengan bentuk serta tekstur lampion yang ada disekitarnya milik Ahmad ini ternyata lain. Karena lampion miliknya rata rata untuk bahannya terbuat dari kertas telo dan kerangkanya dari rotan. Sedangkan jika lampion pada umumnya bahannya terbuat dari kain.
Menurut sejarahnya lampion sendiri adalah sebagai penerang pada jaman dahulu, dan memang harus selalu terus ada. Khususnya pada perayaan Imlek.
“Pada awalnya dahulu dipakai saat ronda malam untuk mencari buronan kejahatan dan dulu itu memang sering orang orang menggunakan lampion serta biasanya di tempatkan di altar klenteng pada waktu tanggal 15 bulan 7 dan Imlek, untuk tanggal 15 bulan 7 (Cio Ko) dan tepatnya pada zaman dinasti Ming dan itu berlaku sampai sekarang,” papar Asak, karyawan Lotus Shop stan lampion lainnya.
Menurut cerita Ahmad Mirza saat ini lampion sudah mengalami sebuah pergeseran bentuk. Mulai yang berjumlah banyak sejumlah 400 biji. Salah satu karya Ahmad juga pernah digunakan pada saat perayaan Yosakoi tahu 2009. “Waktu itu ada yang pesan saya mulai dari berbagai macam bentuk dan ada juga yang di buat untuk festival yosakoi di Taman Bungkul beberapa waktu lalu,” tambah bapak dari tiga putra ini.
Awal mula usaha yang dilakukannya ini terbilang masih langka di Surabaya. “Saya awalnya join dengan seorang teman dan mengikuti workshop, dan saya rasa memang belum banyak peminatnya,” kata suami dari Indriyani itu. Ditanya bagaimana proses pembuatan lampion itu dirinya menjelaskan bahwa produksinya di Kota Malang, sedangkan bahan kayu rotannya memesan di salah satu pabrik yang ada di Kota Gresik dan sudah berbentuk spiral (gulungan).
“Sedangkan untuk bentuknya sendiri saya punya cetakan sendiri, mulai dari Oval, Botol, Vas Bunga,” tegas pria yang juga berprofesi sebagai wartawan salah satu media cetak ini. Untuk ukuran diameter sendiri ia mengakui memiliki cetakan ukuran mulai 20, 25, 30, hingga 60 centimeter.
Pembuatan lampion sendiri sebenarnya membutuhkan ketelatenan.
Awalnya lilitkan rotan pada cetakan sesuai bentuk yang diinginkan, lalu rotan tersebut dilumuri dengan lem lantas kertas ataupun kain, siap untuk ditempelkan dan dikeringkan selama lebih kurang 5 menit. “Kalau pengerjaannya sesuai jam kerja kami bisa menghasilkan kurang lebih 40 buah lampion berukuran sedang,” jelasnya.
Harga lampion dengan bentuk mulai vas bunga, dot , kapsul di stan ini ditawarkan mulai dari harga Rp 25 ribu hingga sekitar Rp 100 ribu. Di stan milik pria yang bertempat tinggal di Asem Jaya Gang I No 9A ini juga menawakan hiasan dinding yang bercorak Tiongha salah satunya hiasan dinding yang menggambarkan koko dan chichi. Selain itu ia juga menerima pesanan dalam jumlah besar. Workshopnya juga pernah menerima pesanan dari belanda dalam jumlah 150 lampion dari berbagai macam bentuk.
Adapun alasan beberapa pembeli memilih lampion buatan Ahmad karena bentuk serta ciri khasnya lain daripada yang lain. Salah satunya dari bentuk unik dan di akui oleh seorang dokter yang di temui eastjavatraveler. “Saya beli ini buat hiasan di kamar pasien iya dan motifnya khan tidak melulu merah selain untuk menghibur pasienlah,” pungkasnya sambil tersenyum.
naskah dan foto : dhimas p