Jaman boleh berubah. Jadi serba modern, kadang beranjak dari tradisi yang sebenarnya setia menghampiri. Seperti bakiak, yang tetap indah dibawa melangkah.
Bakiak atau biasa disebut dalam bahasa Jawa klompen, dan adapula yang menyebutnya bangkiak. Alas kaki kuno ini adalah sejenis sandal yang telapaknya terbuat dari kayu yang ringan. Dengan pengikat kaki terbuat dari ban bekas yang dipaku pada kedua sisinya.
Benda ini bisa dibilang sangat populer karena murah, terutama di masa ekonomi yang lagi tak stabil seperti saat ini. Sedangkan dengan bahan kayu dan ban bekas membuat bakiak memiliki daya tahan begitu tinggi. Entah itu dari air serta suhu panas maupun dingin.
Melihat kenyataan ini, beberapa orang nampak tetap eksis untuk memilih sebagai perajin sekaligus penjual bakiak. Seperti yang ditemui EastJava Traveler di Jalan Panggung, di sekitar kawasan wisata religi Sunan Ampel Surabaya.
Di pinggiran jalan itu, terdapat empat orang yang menjadi perajin sekaligus penjual bakiak. Panas sengat mentari, asap berbagai kendaraan, dan ramai lalu lalang orang yang melintas seakan tak menyurutkan semangat mereka, untuk terus bertahan hidup dari sebuah pusaka kuno ini.
“Monggo bu klompene, barange apik-apik lan awet,” ujar Jaswadi, penjual bakiak dengan logat Jawa, pada seorang wanita yang melintas dihadapannya.
Pria berusia 38 tahun asal Jombang ini mengaku, meneruskan usaha bapak dan kakeknya yang telah lama berjualan klompen di kawasan tua, utara kota Surabaya. Ketika ditanya sejak kapan tradisi keluarga membuat sekaligus menjual bakiak dimulai, dia hanya bisa mengira. “Mungkin sudah sekuno bangunan yang ada di kawasan Pabean ini,” ujarnya sembari menata barang dagangannya.
Sedangkan untuk proses pembuatan sepasang bakiak, Jaswadi mengatakan, dibutuhkan ketelitian dalam hal penepatan soal ukuran kaki. Dan, biasanya para pembuat bakiak di Jalan Panggung untuk membuat berbagai ukuran digunakan semacam patokan dari papan. Setelah itu kayu yang sudah dibentuk sesuai bakiak, ditepatkan menurut ukuran yang dikehendaki pada papan itu.
Setelah proses ini dilewati, kemudian pada bagian sisi alas itu dipasang pengikat kaki yang terbuat dari ban bekas, lalu dipaku pada kedua sisinya.
Demi menambah nilai estetika pada bentuknya, terkadang kayu bakiak ada yang diberi warna macam-macam, dan adapula yang dibentuk seperti gerigi. “Berbagai macam pola ini tergantung orang yang membuat bakiak, atau permintaan sang pembeli,” kata Masduki, penjual bakiak lainnya.
Mengenai harga yang ditawarkan, beberapa pedagang di sana mengaku bila harga yang dipatok berkisar Rp. 2 ribu sampai Rp. 4 ribu sepasang. Harga itupun tergantung pada jenis kayu yang dijadikan bahan, atau bisa juga pada motif juga bentuknya.
Selain menjual dalam bentuk eceran. Mereka juga sanggup melayani penjualan bakiak dalam bentuk partai, dengan harga yang bisa lebih murah.
naskah : m.ridlo’i | foto : wt atmojo