Bernadette Godeliva Fabiola Natasha atau yang lebih dikenal dengan nama Faby atau Kaze Kazumi, sejak delapan tahun silam telah memilih lukisan tinta cina sebagai medium berekspresi. Sebagian besar objek lukisan dan teknik melukis yang digunakan juga bergaya budaya cina. Bahkan, alat-alat lukisnya pun bergaya cina seperti kuas dari bulu hewan yang jarang ada di indonesia, tinta cina dan kertas lukis berjenis xuan paper.
Tetapi hal itu tidak lantas menghilangkan identitas keindonesiaan Faby. Sebaliknya, melalui lukisan tinta cina ini Faby mencoba menperlihatkan keagungan budaya indonesia kepada khalayak. Hal ini bisa dilihat dari beberapa lukisan yang pernah ia pamerkan. Di sana, ia menjadikan budaya dan kearifan lokal seperti permainan egrang bambu, dakon dan mbok jamu gendong yang mengenakan pakaian adat sebagai objek lukisan.
“Orang-orang jepang itu modern. Tapi di waktu-waktu tertentu mereka dengan bangga mengenakan kimono dan yukata untuk kegiatan sehari-hari dan berjalan di tempat umum. Kenapa kita gak bisa? Ini yang ingin saya kampanyekan ke masyarakat. Bahwa budaya kita juga patut dibanggakan,” terang istri Andre Dewantara ini penuh semangat.
Keseriusan Faby untuk mengkampanyekan budaya indonesia tidak hanya dituangkan melalui pameran lukisan. Saat ini pun, ia sedang mempersiapkan sebuah projek kolaborasi bertajuk Puja. Bekerjasama dengan Illustrator dan Visual Art Erwin Sukamto, Faby berencana membuat berbagai macam produk merchandise bertema budaya Indonesia.
“Produknya bisa daily life. Seperti kain dengan motif tradisional dan kearifan lokal Indonesia, yang bisa digunakan sebagai kerudung atau selendang. Nanti desainnya dari kami, sedang pembuatannya bekerjasama dengan industri rumahan, para perajin, dan orang muda Indonesia yang punya bakat terpendam,” tambahnya.
Pemilihan industri rumahan atau perajin dari orang-orang penyandang disabilitas yang rencananya akan mereka ajak kerjasama ini juga bukan tanpa alasan. Menurutnya, ia ingin mengajak konsumen dan masyrakat luas untuk melihat nilai dari sebuah karya. Bahwa apa yang mereka kenakan bukan hanya sekadar barang, tetapi ada kerja keras, kebersamaan, filosofi dan nilai-nilai lain yang tertuang di dalamnya.
Dikatakan, rencananya, projek ini akan diluncurkan pada akhir tahun 2018. Dan di tahun yang sama pula, dua buku tentang perjalanan Faby sebagai pelukis direncanakan terbit. Pertama, buku berjudul Kaze Kazumi, Angin Yang Menyebarkan Keindahan (Garis Garis Expresif Fabiola Natasha). Buku yang ditulis Amran Ekoprawoto ini bercerita tentang perjalanan Faby sebagai pelukis tinta cina sekaligus ulasan mengenai karya-karya lukisannya.
Kedua, sebuah buku lukisan yang dibuat sendiri oleh Faby. Namun, untuk judulnya masih disembunyikan. “Mungkin, konsepnya semacam catatan harian atau photostory dalam bentuk lukisan, ya,” ungkapnya.
Sebagai pelukis dan pegiat multimedia, Faby memang terhitung produktif. Beberapa kali, ia terlibat dalam pembuatan karya-karya kolaborasi seperti kolaborasi cerpen dan lukisan antara Faby dengan penulis Wina Bojonegoro dan kolaborasi sajak dan foto, dimana Faby menjadi salah satu fotografer di sana. (mfr)