Surabaya utara menyimpan banyak peninggalan bersejarah. Selain Jembatan Merah yang sangat legendaris, ada juga bangunan-bangunan lawas yang hingga kini arsitektur dan bangunannya masih terjaga. Diantaranya, De Javasche Bank.
Tempatnya tidak jauh dari Jembatan Merah, tepatnya di Jalan Garuda (Rajawali) No. 1, Surabaya. Asal tahu saja, Krembangan dan sekitarnya, tempat gedung De Javasche Bank berdiri, dikenal sebagai kawasan kota tua Surabaya. Tak heran jika saat memasuki kawasan ini, seakan kembali ke masa lalu.
Sejak 27 Januari 2012, setelah proses restorasi, De Javasche Bank beralih fungsi sebagai Museum Bank Indonesia. Sementara saat didirikan pada 1828, bangunan ini berfungsi sebagai Bank sentral Hindia Belanda yang berpusat di Batavia.
Dari beberapa nara sumber di museum diketahui, beberapa sisi bangunan gedung ini memang mengalami beberapa perubahan. Misal, pintu utama De Javasche Bank yang awalnya terletak di sisi kanan. Beberapa tahun kemudian di pindah ke tengah.
Pintu utama dari gedung ini akan di fungsikan jika ada kegiatan. Jadi, ketika ingin berwisata, kita bisa masuk melalui pintu belakang.
Menginjakkan kaki ke dalam Gedung De Javasche Bank, kesan yang langsung terasa adalah pengap, lembab, dan, ini kondisi yang jadi penting di masa sekarang ; tidak ada sinyal. Karena pintu masuk terletak di lantai dasar yang merupakan ruang bawah tanah (basement).
Gedung ini memiliki tiga lantai, di lantai satu (basement) dipergunakan sebagai koleksi mata uang kuno, peralatan bank, dan lain-lain. Dulunya lantai satu difungsikan sebagai tempat penyimpanan atau brankas.
Gedung ini dirancang sedemikian rupa sehingga aman dari pencurian. Terdapat cermin datar di setiap sudut lorong yang digunakan sebagai CCTV pada saat itu. Segala aktivitas yang dilakukan dilorong akan terpantul melalui cermin.
Belanda merancang gedung ini dengan sedemikian rupa hingga pendingin ruangan pun tak luput untuk didesain interiornya. Mereka memanfaatkan gorong-gorong sebagai pendingin ruangan.
Lorong brankas memiliki lantai yang berbeda dengan ruangan lainnya, mereka menggunakan besi sebagai lantai yang nantinya gorong-gorong tersebut diisi air dan membuat ruangan menjadi sejuk.
Naik ke lantai kedua, hal pertama yang menarik perhatian adalah pintu putar yang pada zamannya menjadi trend di Amsterdam. Selain itu di lantai ini memiliki keunikan di bagian ubinnya. Warna ubin dibuat berbeda-beda, dimanfaatkan untuk partisi yang disesuaikan dengan fungsinya.
Di bagian barat terdapat bilik-bilik kayu yang dahulunya tempat ini dijadikan aktivitas perbankan dari menyimpan uang maupun penarikan uang oleh nasabah. Disisi kiri terdapat tangga kayu menuju ke lantai 3, sebuah ruangan antara atap dan plafon yang saat ini digunakan sebagai ruang arsip. (Debora Emma, Dena Gendis)