Candi ini terletak tak jauh dari Kolam Segaran dan Candi Bajangratu. Meski demikian, para ahli masih kesulitan mencari titik terang, hubungan antara Kolam Segaran, Bajangratu, dan Candi Tikus. Yang pasti, ketiganya berada di Kecamatan Trowulan, Mojokerto. Candi Tikus sendiri berada di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan.
Para ahli juga meyakini, Candi Tikus merupakan salah satu bangunan bersejarah yang memiliki korelasi dengan candi-candi peninggalan Majapahit lainnya.
Sebagai sebuah aset wisata sejarah, Candi Tikus masih berdiri dengan wujud yang relatif utuh. Diperkirakan berdiri pada abad ke-13 atau 14, sejarawan meyakini, berdirinya Candi Tikus berhubungan erat dengan catatan Mpu Prapanca di kitab Nagarakertagama, tentang sebuah tempat yang biasa digunakan mandi para raja, dan sebuah candi yang sering digunakan untuk menjalankan ritual tertentu.
Arsitektur Candi Tikus konon melambangkan keperkasaan dan kesucian Gunung Mahameru yang diyakini sebagai tempat tinggal para dewa. Gunung Mahameru juga diyakini sebagai tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan. Sumber air ini dipercaya memiliki kekuatan magis. Salah satunya, dapat memberi kesejahteraan. Air yang ada di Candi Tikus, konon juga bersumber dari Gunung Mahameru.
Nama Candi Tikus sebenarnya cukup unik. Karena penamaan ini semata gara-gara saat ditemukan, hanya berbentuk gundukan bukit tempat bersarang tikus sawah. Saat itu warga resah, gara-gara sawahnya terus diserang tikus yang jumlahnya sangat banyak. Oleh pemerintah setempat, muncul inisiatif membasmi tikus sampai ke akar-akarnya. Dan ternyata, sumber tikus ada di candi ini.
Tahun 1914, Bupati Mojokerto Kromodjojo Adinegoro berinisiatif membongkar bukit ini. Mereka kaget bukan kepalang, karena di balik gundukan tanah ada tumpukan batu yang menyerupai bangunan candi. Setelah tanah dibersihkan mereka sadar, kalau sudah menemukan sebuah candi baru. Karena banyak tikus, nama Candi Tikus-pun jadi julukan buat candi ini. Lalu tahun 1985-1989, candi ini kembali dipugar. Gara-gara sepanjang perang kemerdekaan, Candi Tikus rusak di beberapa sisi. Upaya merenovasi candi dilakukan dengan cara yang sangat hati-hati. Karena tim yang dilibatkan dalam proses ini juga berharap agar Candi Tikus bisa terjaga bentuk aslinya.
Beberapa catatan menyebut, salah satu inovasi yang dicapai pemerintahan Kerajaan Majapahit adalah teknologi irigasi. Pada jaman itu, warga hidup dari sawah. Sehingga raja-raja Majapahit sangat memperhatikan kualitas aliran air menuju sawah. Candi Tikus yang memiliki saluran air dan pancuran, seolah melengkapi asumsi itu. Pancuran dan saluran air di Candi Tikus, sepertinya berperan besar sebagai pengatur debit air di Majapahit.
Apapun, candi yang dibangun di atas tanah yang lebih rendah 3,5 meter dan memiliki dimensi 29,5X28,25 meter dan tinggi 5,2 meter ini nampak cantik dan indah dipandang mata. Tak heran jika keberadaannya masih jadi jujukan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
naskah dan foto : hendro d. laksono