Kerja keras yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kediri berbuah manis. Salah satu aktifitas rutin yang mereka gelar di tiap tahun, tumbuh jadi salah satu ikon seni budaya tanah air.
Langit nampak cerah. Dan sinar matahari yang mulai bergerak ke arah barat, masih meninggalkan cahanyanya yang menyengat. Beradu dengan angin bergerak pelan, dan beberapa kendaraan yang terus berlalu-lalang. Di tepi kiri dan kanan jalan, nampak umbul-umbul warna-warni.
Di sisi lain, beberapa petugas sibuk mengatur lalu lintas jalan. Karena sebentar lagi, arak-arakan kendaraan hias bakal dimulai. Ya, hari itu, Selasa, 28 Juli 2009, Kabupaten Kediri memang sedang punya hajat, Pekan Budaya dan Pariwisata (PBP) 2009 Kabupaten Kediri, yang digelar sepanjang 28 Juli hingga 1 Agustus 2009.
Warga yang sudah mendengar akan ada keramaian langsung berduyun-duyun ke rute yang ditentukan. Yaitu Simpang Lima Gumul (SLG), Pagu, Ngasem, dan finish di SLG. Tua-muda, ibu-anak, semuanya tumpah ruah di sisi kanan maupun kiri jalan. Siswa-siswi mulai dari SD hingga SMA masih berseragam lengkap, tak mau melewatkan acara setahun sekali itu. Sembari menantikan pemberangkatan arak-arakan mobil hias dari arah kantor kabupaten, mereka duduk bersantai atau bercengkrama dengan keluarganya maupun penonton yang lain.
Para pedagang makanan, minuman serta mainan juga tak mau kalah ikut memadati dua sisi jalan bersama penonton lainnya. Cuaca panas tak mampu menyurutkan rasa ingin tahu mereka. Sebagian ada yang menutup kepala dengan topi, selebihnya membawa payung, bahkan ada yang nekad menggunakan tangan untuk menutupi wajah.
Di depan kantor bupati, dua buah terop didirikan. Nampak sejumlah pejabat dari berbagai dinas kabupaten dan provinsi. Mereka duduk berdampingan bersama Bupati Kediri Ir. H. Sutrisno.
Dalam sambutannya, Sutrisno menyebut acara ini sebagai agenda tahunan Kabupaten Kediri. “Pekan Budaya dan Pariwisata ini bentuk apresiasi seni dan budaya yang ada,” tambahnya. Ia berharap, pagelaran budaya ini bisa dinikmati oleh seluruh warga Kabupaten Kediri.
Untuk itu, kata Sutrisno, ia ingin mengajak seluruh masyarakat untuk melestarikan berbagai macam warisan budaya, tidak saja sebagai sarana hiburan tetapi juga sebagai aset wisata. Dengan begitu, agenda budaya ini bisa terus berlanjut mengundang minat wisatawan untuk mengunjungi Kabupaten Kediri utamanya ke Gunung Kelud, kawasan wisata religi Gereja Puh Sarang serta petilasan Sri Aji Joyoboyo di Desa Menang, SLG dan kawasan wisata lainya.
Ditambah pula, melestarikan dan mengoptimalkan potensi pariwisata Kabupaten Kediri merupakan upaya untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Arak-arakan
Acara arak-arakan siang itu diikuti 28 peserta baik dari instansi maupun perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Kediri, ditambah dari Banyuwangi, Jembrana-Bali, dan Pamekasan. Tak hanya mobil hias, beberapa sanggar tari dan ratusan seniman Kediri plus mahasiswa ISI Surakarta, turut menyemarakkan event spesial ini.
Penonton sempat terkejut saat kuda yang ditunggangi salah satu peserta arak-arakan memberontak tidak mau menuruti perintah pelatihnya. Beruntung, si pelatih bertindak sigap dan mampu menenangkannya. Arak-arakan sendiri diawali dengan mobil hias Inu Kirana yang mengangkut duta-duta wisata Kabupaten Kediri.
Arak-arakan kian marak saat kesenian debus tampil. Para penonton berdecak kagum, saat seorang anak laki-laki berjalan melewati kepingan kaca tanpa luka sedikit pun. Selain itu, ia juga ditarik dengan mobil jeep dari depan kantor bupati hingga jarak sekitar tiga meter. Hasilnya, tak sedikit pun luka didapati di tubuh bocah tersebut.
Tak mau kalah dengan debus, atraksi khas daerah Tiban juga digelar. Kesenian ini menampilkan kaum laki-laki yang melukai dirinya dengan pecut. Konon, kepercayaan masyarakat setempat, darah yang menetes ke bumi dari luka pecutan akan mendatangkan kemakmuran.
Para undangan juga diberi kesempatan untuk mencoba pecut ini. Seorang petugas dari Dandim Kediri, sempat mencoba mengayun pecut ke badan salah satu penyaji kesenian Tiban.
Kehadiran utusan dari daerah lain, misalnya dari Pamekasan, turut meramaikan suasana. Kebetulan Kabupaten Pamekasan, dalam kesempatan itu, menampilkan kesenian perkusi dan peragaan busana dari batik khas pamekasan. Para peragawati memperagakan pakaian dari batik yang dibentuk dalam berbagai desain dengan iringan lagu Gambang Suling dari lantunan tim perkusi.
Kesenian Singo Ulung cukup mendapat perhatian dari penonton. Tarian meniru gerakan singa putih yang dilakukankan oleh dua orang penari. Kesenian ini mirip dengan Barongsai yang mengutamakan keindahan gerak penari menirukan seekor singa yang lincah. Penonton berangsur maju perlahan ingin melihat kesenian yang ditampilkan. Namun banyak juga anak kecil yang menangis ketakutan melihat gerakan Singo Ulung yang lincah seperti binatang sungguhan. Kesenian terakhir yang diberangkatkan dari depan kantor bupati adalah reog Ponorogo sekaligus menutup acara arak-arakan yang berakhir di Simpang Lima Gumul (SLG) ikon Kabupaten Kediri.
Hiburan Rakyat
Seusai arak-arakan, rangkaian acara PBP Kabupaten Kediri 2009 dilanjutkan dengan pembukaan pameran yang bertempat di areal SLG. Berbagai instansi turut memenuhi stand yang ada. Salah satunya Dinas Perhutanan dan Perkebunan yang menampilkan komoditi hasil hutan dan perkebunan yang ada di Kediri.
Pengunjung juga dapat mengunjungi stand untuk membeli berbagai merchandise seperti aneka barang khas Ponorogo salah satunya kaos yang dijual dengan harga 25 ribu hingga 50 ribu rupiah. Ada pula stand dari akademi memasak “Bukit Daun” yang membuka pendaftaran mahasiswa baru bagi pengunjung yang berminat.
Di salah satu ujung lorong pameran, sebuah stand tengah ramai dipadati pengunjung. Stand itu tak menjual merchandise ataupun komoditi kabupaten Kediri. Hanya menyuguhkan aneka arsip yang juga aset berharga milik kabupaten Kediri dari masa lampau. Beberapa pengunjung sibuk mengagumi sambil menunjuk serangkaian foto Gunung Kelud yang dimiliki kantor Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Kediri. Gambar letusan tahun 1952, kunjungan presiden Soekarno pasca letusan 1952 hingga gambar anak Gunung Kelud yang keluar dari kawahnya tahun 2007.
“Sejak dibuka pukul 6 sore tadi sudah ramai didatangi pengunjung,” ujar Lilis Iswariati, Kasi Pengelolaan dan Akuisisi Arsip kantor Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Kediri. Pameran arsip ini juga diadakan untuk melihat animo masyarakat terhadap Kediri Tempo Dulu yang disuguhkan melalui berbagai koleksi tekstual (buku) dan media baru seperti film, foto, rekaman suara, dan lain sebagainya.
Turut disuguhkan peta Kabupaten Kediri saat pemerintahan Belanda dari abad ke 19. Peta yang terbuat dari lempengan kuningan ini diletakkan dalam sebuah kotak kayu yang di tiap sisi-sisinya tertutup kaca. Di kaki-kaki kotak tersebut diberi roda untuk mempermudah memindah lempengan yang beratnya hingga 1 kwintal ini. Kantor Arsip dan Perputakaan ikut mengisi stand di PBP karena kantor mereka masih belum memenuhi syarat. Masih butuh banyak perbaikan supaya layak memamerkan koleksinya.
Areal Pameran PBP sendiri dibentuk menyerupai perempatan. Stand-stand pameran berjejer di ketiga sisi sedangkan di sisi lainnya didirikan sebuah panggung dilengkapi satu big screen sebagai background dan dua layar yang lebih kecil di sisi kanan dan kiri panggung. Di sekitaran panggung umbul-umbul Djarum 76 bertebaran. Semakin malam masyarakat semakin banyak berdatangan ke areal pameran.
Dinginnya cuaca karena tiupan angin yang kencang tetap membuat masyarakat beranjak mendekati panggung. Di panggung sendiri ditampilkan berbagai hiburan rakyat seperti hiburan dari band-band asal kota Kediri juga atraksi-atraksi budaya dan kesenian lainnya. Rangkaian pameran PBP dan hiburan rakyat ini diselenggarakan selama lima hari lima malam di SLG.
Ditemui di tengah keramaian pentas ini, Andre Waluyo, 44 tahun, warga Pasuruan, mengaku puas dengan atraksi-atraksi yang ada. “Gak rugi saya jauh-jauh datang ke sini. Gara-gara baca di internet, hari ini ada Pekan Budaya dan Pariwisata di Kediri,” kata pengusaha makanan kecil ini sambil tersenyum.
Ditemui di sela pentas seni dan budaya di SLG, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kediri, Drs. Mudjianto, MM menjelaskan, Pekan Budaya dan Pariwisata merupakan upaya menggalakkan potensi wisata di Kabupaten Kediri. Melalui pagelaran kesenian, parade budaya, serta pameran pariwisata ini, masyarakat diharap dapat berapresiasi terhadap kesenian-kesenian daerah dan pariwisata Kabupaten Kediri.
Mudjianto mengaku, untuk menyiapkan acara ini, pihaknya memadukan sentuhan ekslusif, sensasional, dan relatif spektakuler dengan melibatkan berbagai pihak, diantaranya para pelaku seni budaya dan modern, komunitas sektor pariwisata di Jatim, instansi Pemkab Kediri, para pelaku industri pariwisata, perusahaan besar, menengah, kecil dan koperasi, para mitra bisnis, para pengusaha produk-produk unggulan Kabupaten Kediri, serta media elektronik dan cetak.
naskah : arum | foto : wt atmojo