Di balik pagar besi setinggi pundak orang dewasa, berdiri kokoh patung tokoh pahlawan nasional, lengkap dengan sang saka merah putih yang tengah berkibar di belakangnya. Adalah patung dr. Raden Soetomo, dengan gestur tangan kanan setengah terangkat serta tatapan menghadap arah terbitnya sang surya, seraya ingin mengingatkan kepada siapa saja yang melihat tepat di belakangnya masih berdiri gedung tua yang pernah menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia di masa silam.
Sebuah bangunan bergaya Jawa yang akhirnya lekat dengan nama Gedung Nasional Indonesia (GNI), memang tak pernah lepas pada nama tokoh pergerakan pemuda nasional dalam mengusir penjajah Belanda dari Indonesia, dr. Soetomo. Benar saja, pahlawan nasional kelahiran Nganjuk ini memang menjadi pencetus dibangunnya gedung bersejarah yang ada di Surabaya, mulai dibangun sepulangnya dari menyelesaikan pendidikan di Amsterdam.
Gedung yang dulunya dijadikan barak BKR (Badan Ketahanan Rakyat) ini dibangun dengan arsitektur khas pendapa Jawa, lengkap dengan empat buah soko guru pendapa, serta lima belas kayu lain sebagai penopang. Pada bagian depan terdapat panggung tempat menampilkan atraksi kesenian daerah, salah satunya ludruk yang dianggap sebagai tontonan menarik pejuang yang akrab dipanggil Pak Tom kala itu.
Sejak awal berdiri (1930), GNI yang terletak di Jalan Bubutan no 1 Surabaya ini kerap kali dipergunakan sebagai tempat pertunjukan kesenian daerah, serta pertemuan organisasi-organisasi kepemudaan Pak Tom bersama para pejuang muda berkumpul untuk membicarakan strategi dalam menghadapi kaum penjajah.
“Beliau (Pak Tom) memang sangat suka sekali dengan yang namanya kesenian dan budaya jawa, apalagi dengan kesenian ludruk yang selalu mengundang tawa penonton dengan jula-julinya, dibuatlah panggung untuk menampilkan kesenian daerah”, cerita Murtiningrum, juru kunci makam dr. Soetomo yang kala itu duduk di samping makam Pak Tom.
Area Gedung Nasional Indonesia sekaligus dijadikan tempat disemayamkannya jenazah dr. Soetomo yang wafat pada 30 Mei 1938 dalam usia 50 tahun. Letaknya di belakang Gedung Nasional Indonesia. Menurut cerita Murtiningrum yang sudah puluhan tahun menjaga pusara seorang putra bangsa ini, konon pemakamannya di area Gedung Nasional Indonesia dihadiri ribuan pelayat yang ingin memberikan penghormatan terakhir kepadanya.
Sembari tersenyum dan mengarahkan jari telunjuknya ke arah bangunan yang tak jauh dari area makam dr. Soetomo. Lantas perempuan tua berkacamata tebal ini bertutur, “itu adalah gedung paviliun, sebagian hancur berantakan akibat gempuran mortil tentara sekutu (29 Agustus 1945)”. Gedung paviliun yang dulunya dijadikan markas pemuda-pemuda dalam melawan tentara sekutu di Surabaya, kini difungsikan sebagai poliklinik umum (sebelah kiri). Sedangkan paviliun lain (sebelah kanan) berfungsi sebagai pusat pendidikan, SMK Bubutan Surabaya. Bangunan tua ini dibangun tanpa menggunakan semen, hanya pasir dan kapur, nyatanya gedung ini mampu bertahan hingga sekarang.
Di tengah usianya yang sudah menginjak 80 tahun, dengan tutur ramah perempuan kelahiran Surabaya ini masih melanjutkan kisah dr. Soetomo semasa hidupnya. “Beliau juga mendirikan majalah Panjebar Semangat, majalah berbahasa Jawa ini masih diproduksi hingga sekarang, tempat produksinya berada di belakang makam Pak Tom”, tuturnya.
Disamping itu, tempat ini juga menjadi saksi terjadinya Kongres Indonesia Raya, terbentuknya Komite Nasional Indonesia, pusat pergerakan nasional Partai Indonesia Raya (Parindra) dibawah pimpinan dr. Soetomo, Badan Keamaan Rakyat, serta pembentukan Pemuda Putri Republik Indonesia (PPRI) dan salah satu lokasi terjadinya pertempuran 10 November 1945 antara Arek-arek Suroboyo dan tentara Sekutu. Begitu banyak peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di GNI.
Gedung yang menjadi saksi bisu perjuangan rakyat terpelajar di Surabaya ini, kerap kali dijadikan rujukan para pelajar yang ingin mengetahui sejarah pejuang kemerdekaan di bawah kepemimpinan pahlawan pergerakan nasional, dr. Soetomo. Sembari berziarah ke peristirahatan terakhir sang putra bangsa.
Jelang akhir bulan ini, 20 Mei yang selalu diperingati oleh segenap rakyat Indonesia sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sekaligus tanggal lahirnya “Budi Utomo” sebagai perkumpulan kebangsaan yang pertama lahir di tanah air hasil buah pemikiran dr. Soetomo dan beberapa tokoh pemuda. Di hari ini, Gedung Nasional Indonesia kerap kali dikunjungi oleh Gubernur Jawa Timur, Soekarwo serta Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, selain prosesi upacara oleh pemuda-pemudi dari berbagai kalangan yang rutin dilakukan beberapa tahun terakhir.
naskah & foto : rangga yudhistira