Untuk pertama kalinya, Surabaya Artpreneur 2015 digelar di Ciputra World Surabaya pada 20 – 26 April 2015. Berbagai produk kreatif yang dipamerkan seperti film, seni grafis, kerajinan, musik, animasi, permainan, dan fotografi.
Pada pukul 18.00 WIB setiap harinya, juga terdapat talk show tentang industri kreatif. Tema yang diangkat seperti misalnya Etika Komunikasi dalam Karya Fotografi bersama Adrea Kristatiani (Illustration Cafe) dan Anwar Sadad (Emotography), kemudian Idealisme versus Komersialisme, Apakah bisa Berjodoh? bersama Novita Poerwanto (penulis, Bertiga Konsultan Kreatif) dan Abibayu Gustri (Owner Gae Koen Tok Clothing), serta juga Mural oleh Xgo (Bunuh Diri Studio) dan Obed Bima Wicandra (Dosen DKV UK Petra Surabaya).
Selain itu terdapat pula berbagai persembahan penampilan dari Teras Warna Percussion, Sound for Deaf, Serikat Mural Surabaya, Stoopa Music, Srikandi Project, Emotography, Cartoonation.Net, serta LIMA (Lingkar Ide Mahasiswa Arsiktektur).
Miftakhul Huda, fasilitator, mengatakan pameran berbagai karya seni ini hadir sebagai bukti eksistensi dan bentuk keseriusan komunitas seni Surabaya untuk berkarya. “Kami ingin membuktikan kalau nggambar bisa menghasilkan uang,” ujarnya.
Huda mengatakan, tujuan dari adanya Surabaya Artpreneur 2015 adalah untuk membuktikan bahwa industri kreatif bisa berkembang, bahwa industri kreatif bisa dijadikan mata pencaharian. Motivasi untuk menunjukkan eksistensi dan keseriusan itu menurutnya muncul karena biasanya orang tua meremehkan niat anaknya jika ia ingin terjun ke industri keatif.
Apalagi menurut Huda, industri kreatif masih kekurangan wadah dan dukungan untuk berkembang. Ia berharap Surabaya Artpreneur 2015 dapat dijadikan batu pijakan menuju industri kreatif yang lebih maju dan dapat bersaing. Bahkan Huda memiliki mimpi untuk dapat menggelar pameran secara rutin bersama komunitas seni se-Surabaya. “Kalau bisa seminggu sekali pameran,” candanya.
Untuk bisa bersaing dengan industri kreatif daerah lain, Huda menegaskan Surabaya tidak takut. Menurutnya Surabaya kalau ditantang itu bisa. Hanya kelemahannya, saat ini komunitas – komunitas seni itu masih berjalan sendiri – sendiri dan belum terkoordinasi dengan baik. Oleh karena itu maka lahirlah Surabaya Artpreneur 2015.
Hal itu juga diamini oleh X-GO.W, koordinator Serikat Mural Surabaya, salah satu komunitas seni yang bergabung. Menurutnya keunggulan dari karya seni Surabaya dibandingkan dengan daerah lain adalah bahwa karya seni Surabaya itu masih jujur, apa adanya. “Originalitas masih ada,” ujarnya.
Raditya Turki, owner Kolase Creative Studio, pun antusias turut ambil bagian pada Surabaya Artpreneure 2015. Menurutnya, pameran semacam ini dapat dijadikan ajang promosi. Selain itu, ia juga ingin tahu seberapa besar animo masyarakat Surabaya pada karya seni yang ia pamerkan.
Atminatikha Risma, owner Rollin Rubyn, juga mengaku pentingnya sebuah pameran seni. Apalagi menurutnya warga Surabaya terbuka akan hal-hal baru. Ia juga yakin masyarakat lebih menghargai produk lokal buatan sendiri.
naskah : jonif lintang | foto : aditya poundra