Komunitas Surabaya Heritage memberikan penghargaan pada sejumlah jurnalis dan media, karena dinilai konsisten dalam mengabarkan ikon pusaka kota pada publik lewat medianya. Piagam Penghargaan Tjap Stasioen Semoet ini diberikan di Resto Indragiri, Kamis (21/5) siang tadi.
Mereka yang berhak mendapat penghargaan ini adalah Kucarsono (Surya), Hendro D. Laksono (Majalah EastJava Traveler), Doan Widhiandono (Jawa Pos), Heti Palestina (Radar Surabaya), Kris R Mada (Kompas), Gati Irawarman (Surabaya City Guide), Rully Anwar (Radio Suara Surabaya), Eric Siswanto (Kantor Berita Antara), dan beberapa media lainnya.
Piagam penghargaan ini diberikan langsung oleh Arif Afandi, Wakil Walikota Surabaya yang juga tercatat sebagai Dewan Penasihat Surabaya Heritage.
Freddy H. Istanto dari Surabaya Heritage mengatakan, penggunaan nama Stasiun Semut sebagai label piagam penghargaan, terkait dengan eksistensi salah satu peninggalan kota, Stasiun Semut.
Tanggal 16 Mei seratus tiga puluh satu tahun yang lalu, stasiun ini diresmikan menjadi pelengkap sarana transportasi. “Stasiun ini tidak hanya memiliki arsitektur yang cantik, tetapi juga tercatat sebagai simpul sejarah perekonomian kota Surabaya,” kata Freddy.
Pertengahan 1878, jaringan rel Surabaya, Sidoarjo, Bangil dan Pasuruan selesai dibangun. Kemudian 1882 menyambung ke Madiun, 2 tahun kemudian jaringan kereta api itu menembus Jawa Tengah. “Nah, 110 tahun yang lalu, tepatnya 1 Nopember 1899, Staads Spoorweg, berhasil menghubungkan jalan kereta api antara Surabaya-Batavia (Jakarta),” katanya.
“Sayang, pada tahun 2003, stasiun ini nyaris lenyap dilahap binatang ekonomi. Atas nama pembangunan dan kekinian, catatan jati diri kota ini hampir musnah,” kata Freddy lagi. Dan pahlawan yang memiliki peran besar dalam mensosialisasikan hal-hal ini, katanya, adalah media massa. Media massa lah yang menyelamatkan Stasiun tertua di Indonesia itu dari kemusnahan lewat pemberitaanya. “Meskipun kini tinggal puing2 saja, tetapi dia masih tersisa,” pungkas Freddy.