Seni budaya masuk ke tanah Jawa dalam berbagai bentuk. Salah satunya seperti kesenian yang ada di Jawa Timur. Sejak jaman kerajaan Majapahit dan era walisongo kesenian merupakan dapat dibilang sebagai cara siar ajaran mereka ke masyarakat.
Seperti kesenian tembang macapat. Bukan rahasia jika di Jawa timur tembang macapat telah lama di kenal masyarakat Jatim. Sebab, kesenian ini sudah dikenal sebelum datangnya Islam ke Jatim. Hingga kemudian para wali saat siar agama Islam pun mulai menggunakan pendekatan dengan melantunkan tembang-tembang macapat.
Namun, sayangnya seiring era modernisasi seperti sekarang. Kesenian tembang macapat seakan perlahan sirna. Hanya segelintir saja yang terus melestarikan kesenian ini. Seperti yang dilakukan Parlan, 72 tahun, Seniman Macapat dari Desa Glagah Wetan, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Hingga kini ia masih melestarikan kesenian macapat di tempat tinggalnya.
Parlan dibantu adiknya Jumi’, 58 tahun, coba menurunkan keahlian dari ayahnya sendiri kepada generasi selanjutnya. Bergeliat di kesenian yang dulunya juga digunakan oleh para wali untuk menyiarkan agama islam di tanah Jawa.
Peran Parlan di pertunjukan Macapat sebagai dalang. Dan yang menjadi pembaca cerita adalah Jumi’ adik perempuanya. Butuh keahlian khusus untuk bisa menjadi dalang dan pembaca Macapat. “Dulu, beberapa orang sempat belajar macapat ke saya. Tapi di tengah perjalanan proses belajar, mereka memutuskan untuk berhenti” kata Parlan lirih.
Tidak hanya kepiawaian membaca sair berbahasa Jawa saja. Menurut kepercayaan Parlan untuk menjadi dalang dan pembaca tembang macapat. Harus melakukan tirakat dan melewati pantangan sebagai sarat menjadi Dalang dan pembaca Macapat. Dan juga sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan, alam dan para pendahulu mereka.
Tugas dalang di pertunjukan Macapat sebagai penulis cerita, pengarah lakonan, pengatur pentas, penyusun iringan, pengisah, dan pemain watak. Tidak jauh beda dengan Dalang di pagelaran wayang. Hanya saja dalam pertunjukan macapat, sang dalang tidak menggunakan alat peraga seperti wayang atau yang lainnya.
Seiring perkembangan jaman, pertunjukan macapat di Tumpang atau bahkan di daerah lainnya mengalami pergeseran. Selain untuk mengisi acara-acara budaya seperti bersih desa, ruwatan dan lainnya. Kini, pria yang akrab dipanggil Pak Lan itu, menerima tanggapan sebagai pengisi di acara-acara pesta seperti pernikahan, sunatan dan beberapa lainnya.
Pada umumnya pelaku pertunjukan Macapat di Tumpang terdiri dari seorang Dalang, pembaca cerita (macapat), sinden dan pengiring musik gamelan. Mereka berkolaborasi untuk sepaket pertunjukan kesenian macapat. untuk mengisi acara pesta, Pak Lan dan anggotanya mematok harga dari Rp.2.000.000 hingga Rp.4.000.000 sesuai permintaan.
Sekadar informasi tambahan, mengenai kesenian macapat sendiri menurut pujangga Jawa legendaris Ranggawarsita dalam kitab atau serat Mardawalagu, macapat adalah singkatan dari ucapan maca dan pat, yaitu melagukan nada ke-4 atau maca papat-papat. Membaca empat-empat atau dengan kata lain adalah cara membaca dengan menjalin empat suku kata.
Tembang macapat jawa atau puisi tradisional jawa ini umumnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tembang gedhe, tembang tengahan dan tembang cilik. Jika tembang gedhe diadopsi dari kakawin atau tembang jawa kuno, tembang macapat jawa dapat dikategorikan sebagai tembang cilik dan tembang tengahan.
naskah/foto : budi irawan (indonesiaimages.net)