Sudah tidak dapat dipungkiri lagi jika batik adalah salah satu produk unggulan anak bangsa, yang pangsa pasarnya sudah mendunia. Hal ini tentu berdasar pada bahan dasar serta keindahan motif tiap lembar kain batik.
Seperti batik Surabaya karya Putu Sulistiani Prabowo. Batik ini menjadi sangat khas pada motif ayam aduan dalam legenda Sawunggaling dan Daun Semanggi, merupakan ikon batik Suroboyo. Dan, Putu adalah seorang penggagas dari lahirnya batik khas Kota Surabaya. Untuk kemudian lebih dikenal dengan sebutan Batik Suroboyo itu.
Mengenai proses pembuatan sama dengan batik umumnya. Mulai dari bahan dasar kain yang diberi kanji, digambar, dan seterusnya. Sedangkan pewarnaan, masih menggunakan pewarna sintetis, kini dirinya juga mulai pewarna alam. “Menggunakan pewarna sintetis karena mengikuti keinginan pasar yang cenderung lebih suka warna-warna mencolok,” ujarnya.
Untuk bahan sebagai media kreasi, kini yang digunakan tidak hanya kain katun saja. Melainkan juga sudah menggunakan kain tenun. Beberapa bahan tenun lain, seperti serat kayu atau pelepah pisang pun digunakan.
Produk yang dihasilkan wanita kelahiran Singaraja, Bali, yang mengoperasikan butik di Jalan Jemursari Utara II/19, Surabaya, cukup beragam. Ada kain panjang atau selendang, bahan hem, syal, scraft, dan kebaya. Harganya juga cukup bervariasi, untuk bahan katun sekitar Rp. 400 ribu sampai Rp. 1 juta. Sedangkan yang berbahan sutra harganya bisa mencapai Rp. 2 sampai 3 juta, atau bahkan lebih dari Rp 6 juta untuk jenis sarimbit (busana untuk laki-laki dan wanita).
“Tapi tinggi dan rendahnya harga itu tergantung pada motif dan bahannya,” imbuh pengurus Asosiasi Tenun, Batik, dan Bordir (ATBB) se-Jatim ini.
Pemasaran
Untuk bentuk pemasaran Batik Suroboyo, Putu mengaku masih ditangani sendiri. Seperti tetap eksis di galeri miliknya, dengan alasan untuk tetap menjaga eksklusifitas produknya. Di galeri miliknya itu, pengunjung bisa langsung melihat proses pembuatan batik. Bahkan imbuh Putu tempatnya bisa dijadikan alternatif jujukan wisata di Surabaya.
Selain itu, produknya banyak diserap pasar terutama pada ajang-ajang pameran, atau bila ada kunjungan tamu. “Dari situlah Batik Suroboyo dapat lebih dikenal masyarakat luas,” kata ibu 2 anak ini.
Mencermati persaingan yang terus berkembang, dirinya mengatakan perajin batik ibarat seniman. Kita harus dituntut untuk terus pandai membaca kemauan pasar. Lalu mengembangkannya dalam motif, warna, dan bahan.
naskah: m.ridlo’i | foto: wt atmojo