Budaya yang sampai saat ini terpelihara sebagai bentuk rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah dari Sang Kuasa, tertuang dalam sedekah bumi atau nyadran. Di Bojonegoro sendiri masyarakatnya menyebut tradisi seperti ini adalah tradisi Manganan, sebagai kearifan lokal yang terpelihara sampai saat ini.
Manganan, adalah kegiatan berkumpul pada sebuah tepat di desa yang dianggap paling baik atau sakral. Tempat-tempat itu cerita tersendiri. Mulai dari sendang yang memiliki pohon besar dengan air yang melimpah, di area pemakaman leluhur yang dituakan atau dan tak jarang Mangan juga di gelar di
dibalai desa atau rumah ketua Kampung, seorang Kamituwo atau di rumah Kepala desa setempat.
Inilah Manganan, sebuah rakyat sebuah ungkapan syukur yang digelar orang-orang Dusun Mekarah dan Dusun Karang Turi, Desa Sidobandung, Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pada awal Juli lalu tepat Selasa Wage diperingati sebagai manganan, dan seluruh aktifitas harian penduduk berhenti total demi ritual ini.
Sebab manganan bumi bagi penduduk desa di jawa dianggap sebagai hari raya ketiga setalah idul fitri dan idul adha. Terang saja pada pada hari itu menu makanan akan sangat berlimpah, begitu juga jajanan khas desa. Berbagai orang tua, muda dan anak-anak datang berbondong-bondong memenuhi tempat yang digunakan menggelar makanan dengan membawa makan jajan, panggang ayam dan jenis makanan yang menjadi khas.
Prosesi pertama, adalah dengan menggelar tahlil, ngaji dan doa bersama yang dipimpin sorang ulama setempat. Sementara penduduk desa yang laki-laki melakukan prosesi ngaji dan doa bersama, penduduk perempuan, mulai ibu-ibu, nenek-nek dan para remajanya berdatangan, dengan membawa bakul berisi jajan dan makanan.
Acara ngaji dan doa bersama diikuti dengan sangat khidmat mereka tertata rapi memanjang dengan saling berhadapan. Penduduk wanita terus berdatangan dengan membawa jajan dan makanan khas desa. Jajan dan makanan di keluarkan dari bakul ibu-ibu. Dikelompokkan pada jenis makanan yang sama, di gelar di atas daun pisang untuk kemudian dibagi lagi dengan rata. Setelah itu mereka melakukan tradisi makan bersama dengan guyub.
Kepala Desa, H. Sukijan, usai manganan menjelaskan kepada seluruh penduduk desa. Yakni proses yang paling penting dari kegiatan ini adalah Wedar Sabdo. Di mana diceritakannya asal usul Dusun Makarah dan Dusun Karang Turi oleh sesepuh desa. Asal susul desa hingga desa ini ditempati oleh penduduk dan berkembang hingga seperti saat ini.
Sesepuh desa yang ditunjuk akan bercerita penajng lebar tentang desa ini pada masa-masa awal sebelum tanah Sidobandung dihuni oleh anak manusia. Hal ini sangat penting sebab ini akan menjadi semangat yang menginspirasi para penduduk untuk berjuang terus di masa yang kan datang dengan nilai-nilai luhur yang telah di tanam oleh para leluhu sehingga bisa digunakan sebagai modal untuk membangun desa ini sehingga maju sampai saat ini.
Setelah tradisi pagi hari ini, kegiatan ini dilanjutkan malam harinya dengan berbagai hiburan rakyat. Seperti tayub, ketoprak, wayang, dan masih banyak lagi. “Ini merupakan upaya dari kami untuk melestarikan budaya leluhur,” tukas Sukijan.
Dusun Mekarah, Dusun karang Turi, daerah Sidobandung ini kedepannya akan selalu menggelar Mangan sebagai ungkapan rasa syukur warganya sampai kapanpun. Sebagai bentuk rasa syukur pada anugerah Sang Kuasa. (naskah/foto: prawoto)