Pesona bunga-bunga itu memikat hati siapapun yang datang. Tak heran jika sebagian besar warga desa, melabuh harapan sebagai petani bunga.
Bermacam bunga siap menyapa siapapun yang hadir. Mata memandang tak henti hingga puas. Spontan hati berkata, sulit beranjak dari hamparan ini.
Datang ke tempat yang masih sangat alami. Dengan lanskap pegunungan, hawa yang sejuk, aktifitas masyarakat pedesaan, warna-warni bunga, gemericik air, serta gubuk-gubuk di pematang lahan. Sebuah sensasi yang paling diburu sebagian besar dari kita untuk berlibur.
Seperti yang ada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kotamadya Batu. Kondisi geografis yang berada di titik ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (dpl), memberi keuntungan bagi penduduk setempat. Tak ayal, hampir 80 persen dari 7513 jiwa jumlah penduduk di Desa Sidomulyo melabuh harapan sebagai petani bunga.
Desa Sidomulyo dibagi menjadi tiga pedukuhan. Antara lain Dukuh Tonggolari, Tinjumoyo, dan Sukorembo. Dari ketiga dukuh itu, Dukuh Tonggolari yang paling nampak bergeliat aktifitas petani bunganya. Disamping itu, dukuh ini didukung dengan lahan yang jauh lebih memadai dari dua pedukuhan lainnya.
”Karena lokasi lahan garapan Dukuh Tonggolari berada lebih luas dan lebih tinggi dari dua dukuh lainnya,” ujar Djatmiko, Kepala Desa Sidomulyo pada EastJava Traveler.
Pertanian bunga Sidomulyo menghasilkan komoditi andalan yang tidak hanya satu macam saja. Melainkan bunga yang dihasilkan para petani setempat beraneka macam bentuk dan jenisnya. Bunga mawar, krisan, parijoto, cemara, selada, matahari, anggrek, cemara, dan masih banyak lainnya.
Mulanya beberapa petani Sidomulyo menanam mawar sebagai komoditi andalan. Namun, beberapa tahun terakhir ini pangsa pasar yang rendah dan biaya perawatan mawar yang tinggi, tidak sebanding dengan sulitnya merawat tanaman mawar. Hal ini yang membuat sebagian besar petani di sana beralih ke tanaman lain.
”Kalau kami hanya mengandalkan mawar sulit untuk memperoleh penghasilan yang lumayan, karena itu kami menanam tanaman lain seperti cemara,” jelas Misnu, 60 tahun, petani cemara asal Dukuh Tinjumoyo.
Untuk perawatan mawar, tambah Misnu, kompres atau pemberian pupuk dan obat-obatan ketika musim penghujan dalam seminggu bisa tiga kali. Sedangkan bila tidak musim penghujan, seminggu cukup dua kali saja.
Harga yang dipatok petani pada bunga-bunga hasil tanamannya cukup bervariatif. Seperti untuk bunga mawar Rp. 1.000 per tangkai, cemara jenis biasa ada pada kisaran Rp. 2.000 – 3.000 per poliback, bunga parijoto Rp. 1.000 per tangkai.
”Tetapi harga itu bukan patokan, tergantung petani yang menjualnya dan jumlah pembeliannya,” kata Soeprapto, salah seorang petani di Dukuh Tonggolari.
Segmen Lokal
Dari keseluruhan macam bunga yang dipanen. Rata-rata petani di Desa Sidomulyo memasarkannya berbeda-beda.
Ada yang dipasarkan melalui koperasi desa, ada yang dipasarkan melalui kelompok petani sendiri dalam setiap dukuh, ada yang dipasarkan melalui pembentukan suatu unit usaha tani, dan adapula yang memasarkannya secara pribadi atau individu.
Bahkan petani bunga di Desa Sidomulyo yang sukses dalam hal pemasaran, tak jarang dua minggu sekali didatangi pembeli asal luar kota langsung di lahannya.
Menurut Djatmiko, Kades Sidomulyo, petani bunga didesanya hanya sekedar menjangkau segmen pemasaran lokal atau dalam negeri saja. Selain dijual di Kota Batu sendiri, penjualan sudah merambah beberapa kota besar seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Sidoarjo, Surabaya, Jakarta, Karanganyar, Tawangmangu, dan Semarang.
Sedangkan Noergianto, 47 tahun, Kepala Dusun Tonggolari mengatakan, para petani dibantu perangkat dusun setempat bahkan sesekali melakukan sosialisasi, dan kunjungan ke sentra bunga yang ada di daerah lainnya.
”Upaya ini dilakukan agar petani bunga di sini tak kalah dengan daerah lain, sehingga terobosan itu terus ada,” imbuh Noergianto.
Sentra Wisata
Meski, aktifitas para petani bunga di Desa Sidomulyo terbilang masih baru, tak pelak mereka mulai dilirik banyak kalangan. Terlebih pada sisi komoditi kualitas jenis dan macam bunga yang dihasilkan.
Padahal, sebagian dari para petani di desa ini bercocok tanam di lahan sewaan. Yang mana masing-masing lahan garapan sewa seluas 400 meter persegi untuk per petak.
Di luar itu, keindahan alam yang ditawarkan juga cukup menjanjikan untuk dinikmati orang luar Kota Batu. Setidaknya seperti yang dilihat EastJava Traveler, ketika berkunjung ke lokasi ini. Hamparan bunga penuh warna, bentuknya yang indah, dan juga pemandangan sebelah selatan Gunung Panderman, serta utara Gunung Arjuna benar-benar sungguh mempesona.
Melihat potensi ini, dari pemerintah tingkat II Kota Batu menganugerahi Desa Sidomulyo sebagai Desa Wisata Bunga. Penobatan ini ditetapkan pada tahun 2005.
Karena itu pula, di pertigaan yang menghubungkan jalur dari Karang Ploso, Kota Batu menuju masuk Desa Sidomulyo telah terpasang gapura bertuliskan Selamat Datang Memasuki Wisata Bunga, Desa Sidomulyo.
Dengan penobatan kawasan sentra bunga di Desa Sidomulyo, sebagai Desa Wisata Bunga itu juga membawa pengaruh yang signifikan. Khususnya bagi jumlah wisatawan yang datang ke sana. Jumlahnya bisa meledak bukan kepalang saat menginjak akhir pekan dan hari libur. Bahkan mereka (wisatawan) terkadang mampir langsung ke pematang sawah.
Kedatangan mereka ada yang sengaja membeli bunga-bunga yang diminati, dan ada yang sekedar untuk berekreasi bersama keluarga sambil menikmati panorama alam yang ditawarkan.
Seperti yang diungkapkan, Fauzan Kamil, wisatawan asal Kediri, datang ke Desa Bunga Sidomulyo memberi daya tarik tersendiri. Khususnya seperti keluarga saya yang senang akan keindahan bunga lengkap panorama alamnya.
naskah : m.ridlo’i | foto : wt atmojo