Tak banyak pendekatan mampu mempertemukan dua budaya dalam perspektif yang sempurna. Dari yang tak banyak itu, ada nama Gereja Puhsarang.
Meski matahari tepat di atas kepala, kawasan Gereja Puhsarang tetap terasa sejuk. Pepohonan yang menghampar, bak payung raksasa yang setia menjaga pengunjung dari sengatan matahari. Meski sesekali, sinarnya menyelinap liar, menciptakan etalase pilar cahaya yang sangat indah. Bebunyian batang bambu yang bergerak mengikuti angin makin menyempunakan potret alam ini.
Pengunjung yang datang terus bergumam, diantaranya memuji. Ada pula yang hanya duduk menikmati. Seperti yang dilakukan Hermawan, 49 tahun, pengusaha asal Surabaya. Bapak empat anak itu asyik duduk di atas tikar bersama istrinya.
“Setidaknya tiga bulan sekali saya ke sini,” tukasnya sembari membetulkan kacamata tebalnya. “Kebetulan ibu saya tinggal di kota (Kediri). Jadi sambil nyambangi ibu, saya mampir ke sini. Kadang sama anak-anak. Tapi hari ini mereka tidak bisa ikut, jadi sama istri saja,” kata Hermawan.
Sebagai umat Kristiani yang taat, Hermawan sangat senang berada di Gereja Puhsarang. Selain bisa berdoa dalam suasana jauh dari hiruk pikuk kota, ia juga bisa memanjakan keluarga dalam tradisi liburan yang berbeda. “Istilahnya refreshing,” katanya, disusul tawa lepas.
Alasan Hermawan, sepertinya tak berbeda jika dibanding dengan mereka yang rajin berkunjung ke Gereja Puhsarang. Karena kawasan yang memiliki luas kurang lebih 6,5 hektar ini memang layak dikunjungi siapa saja, tak hanya umat Nasrani.
Coba saja, begitu masuk ke kompleks Gereja Katolik ini, kita langsung disuguhi gaya arsitektur yang menawan di sana-sini. Selain sentuhan tradisi yang kental, Gereja Katolik yang terletak di Gunung Klotok, lereng Gunung Wilis, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri ini juga membawa gaya modern. Jadi, selain melihat sentuhan Mojopahitan, Jawa, bahkan Hindu dan Budha, kita juga bisa melihat struktur busur kayu, baja tarik, dan teknologi rumah tropis.
Gereja ini berdiri pada tahun 1936 dan sudah mengalami beberapa renovasi. Namun dari rentetan renovasi yang ada, bentuk asli gereja masih tetap terjaga. Altar gereja dari batu massif yang beratnya mencapai tujuh ton dan berhias pahatan rusa, altar luar berbentuk stupa Borobudur, menara berbentuk Candi Bentar, pendopo, perangkat gamelan, tabernakel batu dengan disain batu terguling, makam, dan lain-lain, masih bisa kita temui di Gereja Puhsarang.
Bentuk-bentuk yang mengagumkan ini, tak lepas dari tangan dingin Ir H Maclaine Pont (1884-1971), arsitek berkebangsaan Belanda yang lahir di Meester Cornelis (Jatinegara). Ketika mulai mendesain gereja ini, ia mencoba untuk memasukkan unsur-unsur budaya lokal. Maklum, sebagai arsitek, Pont sangat mengagumi situs-situs penting di Jawa, salah satunya Mojopahit di Trowulan.
Di dalam kompleks Puhsarang, kita bisa menemui beberapa hal unik yang seiring waktu banyak dilirik wisatawan dari dalam dan luar negeri. Pertama, gereja yang antik. Gereja ini diwarnai dengan unsur bentangan kawat baja sebagai ganti reng dan usuk untuk atap gereja. Dalam gereja, kita bisa melihat relief-relief batu tentang lambang-lambang penulis Injil.
Selain gereja, di kompleks Ziarah Katolik Puhsarang ini ada tiga patung Bunda Maria. Patung pertama ada di Gua Maria di samping kiri Gereja Puhsarang. Dulu, patung ini pernah dicuri dan dibuang. Beruntung, patung ini akhirnya bisa ditemukan dan kembali dipajang di Gua Maria. Patung kedua di dekat Gedung Serba Guna, sedangkan yang ketiga di Gua Maria Lourdes.
Daya tarik lain yang bisa kita temui di tempat ini adalah Tiga Jalan Salib. Masing-masing ada di kompleks Gereja St Maria Puhsarang, yang kedua di sekeliling Taman Hidangan Kana, dan yang ketiga di bagian belakang, berupa stasi renungan dengan bentuk patung-patung sebesar manusia. Jalan Salib ini diresmikan pada Hari Minggu, 28 Mei 2000.
Selain gereja antik, tiga patung Bunda Maria, dan tiga Jalan Salib, kita juga bisa menemui Tiga Pondok Rosario yang disiapkan khusus bagi peziarah untuk berdoa Rosario. Tiga pondok ini dibuat berdasar misteri hidup Yesus Kristus yang direnungkan dalam doa. Yakni Peristiwa Gembira, Peristiwa Sedih, dan Peristiwa Mulia.
Gua Maria Lourdes
Kurang lebih 100 meter dari Pendopo Emaus, kita bisa melihat Gua Maria Lourdes. Gua ini dibangun pada 11 Oktober 1998, didesain menyerupai Gua Maria Lourdes di Perancis. Tingginya 18 meter, lebar 17 meter. Gua yang diresmikan pada tanggal 2 Mei 1999 ini dihiasi patung Pieta, yang digambarkan Bunda Maria sedang memangku Yesus. Ini serupa dengan patung yang terdapat di Basilika St. Petrus, Roma.
Di depan Gua Maria Lourdes terdapat tanah lapang yang mampu menampung ribuan jamaah. Di tempat peziarahan ini pulalah diteruskan tradisi ziarah Katolik, berupa Misa Novena Maria setiap hari Minggu di pekan pertama atau kedua tiap bulan, dan Misa Tirakatan Malam Jumat Legi, yang sangat khas bagi masyarakat Katolik Jawa.
Di sisi lain, ada Mausoleum atau makam para uskup dan romo yang berkarya di Keuskupan Surabaya. Di tempat ini telah dimakamkan kembali jenazah Mgr. M. Verhoeks CM, Mgr. J.A.M. Kloster CM, Rm. J.H. Soemarki CM dan Rm. Reksosubroto CM. Selain makam para uskup dan romo, terdapat pula tempat penitipan abu jenazah (Columbarium) untuk seluruh umat Katholik.
Bukit Tabor
Berkemah sambil berziarah tampaknya bisa menjadi salah satu alternatif pilihan liburan rohani yang menyenangkan. Selain menghilangkan kepenatan, wisata camping religi juga dapat meningkatkan olah rohani dan kepribadian.
Di Puhsarang, wisata perkemahan dapat dilakukan di Bukit Tabor yang merupakan camping ground area. Lokasi ini berada di dekat tempat ziarah gua Maria Lourdes Puhsarang. Bumi perkemahan ini dapat digunakan oleh semua kelompok baik Pramuka, muda-mudi, pecinta alam, maupun masyarakat umum. Bumi perkemahan Bukit Tabor diresmikan tanggal 8 Oktober 2000 oleh Uskup Johanes Hadiwikarta, Pr.
Selanjutnya, untuk mendapatkan perlengkapan ziarah maupun sekedar oleh-oleh khas Puhsarang, wisatawan dapat mengunjungi taman hidangan Kana. Di tempat ini pengunjung dapat menjumpai aneka keperluan ziarah, serta beragam buah tangan yang ditawarkan oleh sekitar 50 kios.
Kios-kios ini sudah terorganisir rapi dan berada dalam satu kawasan, sehingga memudahkan pengunjung untuk berbelanja. Kawasan belanja religi ini juga diresmikan oleh Uskup Johanes Hadiwikarta pada 26 Januari 2001.
Bagi pengunjung yang ingin bermalam, di lokasi wisata Puhsarang juga tersedia penginapan Wisma Betlehem. Namun wisma ini tidak dipergunakan untuk acara retret, seminar maupun kerohanian lainnya, mengingat hanya terdiri dari kamar-kamar sederhana tempat peristirahatan.Wisma ini memiliki fasilitas sekitar 24 tempat tidur standar dan 30 kamar tidur VIP. Selain itu di tempat peristirahatan ini juga terdapat kafetaria yang menyediakan beragam hidangan makanan dan minuman.
naskah : hendro d. laksono | foto : wt atmojo
2 Comments
maju terus Hans…
Suasana nya teduh damai kapan ada waktu saya ke pohsarang hening dan damai di hati