Keberadaan salah satu ikon Kota Malang ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat luas. Terlebih lagi pada sisi keasrian yang kini ditawarkan, seakan melengkapi nilai sejarah yang pernah terukir di kawasan sini. Ya, tepatnya di titik tengah Jalan Tugu Malang disanalah berdiri sebuah monumen yang akrab disebut Monumen Tugu. Keberadaannya sangat mudah ditemui, berada di depan Balai Kota Malang, Hotel Tugu dan berdekatan dengan Stasiun Kereta Api Kota Lama, dan juga berdekatan dengan alun-alun kota.
Di beberapa sisi monumen tugu kerap kita jumpai warga yang datang tak hanya dari dalam Kota Malang. Surabaya, Blitar, Solo, Pasuruan, Sidoarjo, dan masih banyak lagi lainnya saat akhir pekan. Hal ini sangatlah beralasan, lantaran posisi monumen tugu didukung dengan beberapa pohon yang berdiri kokoh dengan nuansa yang masih sangat asri. Tak hanya cukup di situ keasrian keasrian yang ditawarkan di kawasan ini. Wisatawan juga dapat menikmati kolam serta bunga-bunga teratai berwarna merah dan putih yang bermekaran.
Dalam sebuah kesempatan, EastJava Traveler memperoleh informasi dari Dwi Cahyono, penulis buku Malang Telusuri dengan Hati, tentang cerita sejarah yang tergali di balik berdirinya monumen tugu Malang. Menurutnya monumen tugu adalah bekas dari Taman Gubernur Jenderal Hindia Belanda J.P. Zoen Coen.
Lebih lanjut, pemilik Inggil Museum and Resto itu, menjelaskan jika pada masa Perjuangan Kemerdekaan, masyarakat Malang bergerak dan mencoba untuk meraih kemerdekaan serta mengusir penjajah dari Bumi Pertiwi. Masyarakat Malang menginginkan untuk mempunyai pemerintahan yang dipimpin oleh orang Indonesia sendiri. Teks-teks proklamasi mereka tulis di banyak bangunan, jalan dan di seluruh Kota Malang. Sama dengan di Surabaya, di Malang juga di bentuk KNID dan BKR. Masa peralihan di Malang sangat berbeda dengan di Surabaya. Sekalipun terjadi banyak insiden, itu semua tidak mempengaruhi kelangsungan Pemerintahan Indonesia. Di Malang telah terbentuk suatu Dewan Pimpinan Daerah yag dipimpin oleh seorang pria bernama Sam. Jadi pemerintahan di Malang bisa berjalan dengan baik.
Bermula dari situlah pemerintah mulai membangun Kota Malang. Salah satu rencana pemerintah saat itu adalah membangun sebuah Tugu Kemerdekaan di Kota Malang. “Pada tanggal 17 Agustus 1946 Pemerintah Kota Malang merencanakan peletakan batu pertama pembangunan monumen tugu. Monumen ini ditandatangani langsung oleh Ir. Sukarno, sebagai Wakil Masyarakat Malang dan A.G. Suroto sebagai kepala komite pembangunan Monumen,” imbuh Dwi Cahyono, sembari menunjukan hasil dokumentasi yang telah dikumpulkannya di museum Inggil miliknya.
Tetapi ketika monumen itu akan selesai, mendadak terjadi Agresi Militer Belanda I. Monumen Tugu seolah-olah membuat Pasukan Belanda mengetahui tentang semangat kemerdekaan yang dimiliki oleh masyarakat Malang. Hingga akhirnya, pada 23 Desember 1948, Monumen Tugu dirusak oleh pasukan Belanda hingga tinggal puing-puing saja. Atas desakan masyarakat Malang, pada tanggal 9 Juni 1950 Pemerintah Malang membentuk panitia baru untuk membangun kembali Monumen Tugu. Akhirnya Monumen Tugu telah selesai dibangun. Hingga akhirnya pada tanggal 20 Mei 1953, monumen ini disahkan oleh Presiden Indonesia Pertama, Ir. Soekarno.
naskah/foto: frannoto