Tempat ini menjadi sejarah besar yang pernah terjadi di Kota Surabaya. Siapa pun yang datang, akan merasakan betapa gigih semangat para pejuang pertahankan negeri tercinta.
Ketika masa penjajahan Belanda di lokasi monumen Tugu Pahlawan, berdiri sebuah gedung bernama Raad Van Justite. Yang berarti sebuah tempat peradilan bagi orang-orang Belanda.
Saat pemerintah Belanda menyerah kepada kekuasaan Jepang, gedung ini dijadikan markas Kenpetai atau Polisi Militer Jepang pada 1 Oktober 1945. Di markas inilah beberapa pejuang Indonesia yang dianggap menentang Jepang pada masanya, disiksa dan dibunuh. Karena kebengisan inilah maka gedung ini oleh arek-arek Suroboyo dijuluki Gedung Setan.
Gedung ini sempat hancur akibat terkena tembakan artileri sekutu. Kala itu Gedung Kenpetai telah dikuasai Barisan Keamanan Rakyat (BKR), sebagai pusat perjuangan para pemuda. Untuk mengenang peristiwa yang terjadi pada 10 Nopember 1945, maka di bekas reruntuhan gedung itu, didirikanlah Monumen Tugu Pahlawan.
Bahkan gambaran serangkaian peristiwa yang terjadi di kota ini pada masa silam, dapat kita lihat dari relief dinding di bagian luar museum. Mulai dari pertempuran di Jembatan Merah, peranan ulama dalam pertahankan bangsa, peristiwa penyobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, pendaratan tentara sekutu di Dermaga Ujung, dan beberapa peristiwa penting lainnya.
Keberadaan monumen Tugu Pahlawan untuk mengisi relung imaji histori bagi masyarakat. Tugu ini terletak di titik nol kilometer Kota Surabaya. Berdiri di atas tanah lapang seluas 1,3 hektar, dan secara administratif berada di wilayah Kelurahan Alun-Alun Chontong, Kecamatan Bubutan, Kotamadya Surabaya.
Sejak jaman Hindia Belanda, daerah ini telah menjadi pusat Pemerintahan Propinsi Jawa Timur, terbukti karena adanya Gedung Gubernuran atau pemerintahan di sana. Kondisi ini, dilanjutkan pada masa pendudukan Jepang hingga setelah masa proklamasi kemerdekaan sampai kini.
Detail Bangunan
Monumen Tugu Pahlawan memiliki ketinggian 45 yard (40,50 meter) dan berbentuk lingga atau paku terbalik. Yang konon, melambangkan bahwa keinginan Rakyat Indonesia, khususnya arek-arek Suroboyo untuk merdeka itu begitu tinggi.
Tubuh monumen berbentuk lengkungan-lengkungan (Canalures) sebanyak 10 lengkungan, dan terbagi atas 11 ruas. Tinggi, ruas, dan canalures mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945. Suatu tanggal bersejarah, bukan hanya bagi penduduk Kota Surabaya, tetapi juga bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Monumen Tugu Pahlawan mempunyai garis tengah di bagian bawah 3,10 meter dan garis tengah di bagian atas 2 meter. Pada bagian puncak tugu, dilengkapi dengan lampu berwarna merah dan penangkal petir. Bagian bawah tugu dihiasi ukiran yang indah bergambar trisula, cakra, stambha, dan padma. Pada bagian atas juga dihiasi oleh ukiran yang indah. Sehingga nampak lebih artisistik.
Untuk ruangan di museum ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berfungsi sebagai ruang pameran dari 10 gugus patung yang melambangkan perjuangan arek-arek Suroboyo dan sosiodrama pidato Bung Tomo, serta ruang pemutaran film pertempuran 10 Nopember 1945 (diorama elektronik) juga ruang auditorium.
Sedangkan di lantai kedua digunakan sebagai ruang pameran senjata, reproduksi foto dikumenter, dan pameran koleksi peninggalan Bung Tomo. Selain itu juga terdapat dua ruang diorama statis yang menyajikan delapan peristiwa, yang terjadi di seputar pertempuran yang teradi kala itu, lengkap dengan narasinya.
Ada dua pendapat mengenai siapa yang menjadi pemrakarsa, sekaligus arsitek monumen yang terletak di Jalan Pahlawan Surabaya ini. Menurut Gatot Barnowo, monumen ini diprakarsai oleh Doel Arnowo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Daerah Kota Besar Surabaya. Kemudian ia meminta Ir. Tan untuk merancang gambar monumen yang dimaksud, untuk selanjutnya diajukan kepada Presiden Soekarno.
Sedangkan menurut Ir. Soendjasmono, pemrakarsa monumen ini adalah Ir. Soekarno sendiri. Ide ini mendapat perhatian khusus dari Walikota Surabaya, Doel Arnowo. Untuk perencanaan dan gambarnya diserahkan kepada Ir. R. Soeratmoko, yang telah mengalahkan beberapa arsitektur lainnya dalam sayembara untuk pemilihan arsitek untuk membangun monumen ini.
Pada awalnya pekerjaan pembangunan Monumen Tugu Pahlawan ditangani Balai Kota Surabaya sendiri. Kemudian dilanjutkan oleh Indonesian Engineering Corporation, yang kemudian diteruskan oleh Pemborong Saroja. Monumen yang dibangun selama sepuluh bulan ini, diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 Nopember 1952.
Terus Meningkat
Sebagai tempat yang sangat monumental, jumlah pengunjung Tugu Pahlawan dan Museum 10 Nopember 1945 jumlahnya terus meningkat setiap tahun.
Berdasarkan sumber data yang diperoleh EastJava Traveler, dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tugu Pahlawan dan Museum 10 Nopember 1945. Pada tahun 2005 pengunjung sebanyak 63.655 orang, tahun 2006 pengunjung sebanyak 144.328 orang, dan tahun 2007 pengunjung sebanyak 157.000 orang.
Dari data di atas dapat dikatakan tempat ini berhasil menarik perhatian masyarakat. Khususnya bagi yang senang berwisata di tempat-tempat bersejarah. Seperti yang ada di Tugu Pahlawan dan Museum 10 Nopember 1945 ini.
M. Sutopo, Kepala UPTD Tugu Pahlawan dan Museum 10 Nopember 1945 mengatakan, beberapa tahun terakhir ini memang jumlah pengunjung di sini terus meningkat. “Biasanya mereka datang di hari libur dan kadangkala ada yang datang berombongan,” ujarnya.
Sedangkan pengunjung yang datang menurut Sutopo tidak hanya dari wisatawan domestik saja, melainkan ada juga yang datang dari mancanegara. Seperti dari Belanda, Jepang, Korea Selatan, China, Ciang Mai, Brunei Darussalam, Malaysia dan Inggris.
(naskah:m.ridlo’i | foto:wtatmojo)